Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Yakin Upaya Penjegalan "Tax Amnesty" Bukan Politisasi

Kompas.com - 30/08/2016, 14:24 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo tak melihat unsur politisasi di balik penolakan sejumlah unsur masyarakat yang menolak pemberlakukan kebijakan Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak.

"Presiden, berdasarkan laporan yang ia terima, tidak melihat ada politisasi dalam kasus ini," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Pribowo di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (30/8/2016).

"Politisasi itu 'by design', sudah dirancang dari awal, Tapi Presiden tidak melihat hal tersebut," lanjut dia.

Jokowi, kata Johan, lebih melihat pro kontra tersebut diakibatkan oleh kesalahpahaman publik terhadap kebijakan Tax Amnesty.

Di satu sisi, UU Tax Amnesty memprioritaskan wajib pajak skala besar, terutama yang memiliki harta di luar negeri.

(Baca: Jokowi Tegaskan Prioritas "Tax Amnesty" adalah Wajib Pajak Skala Besar)

Selain itu, wajib pajak skala kecil juga diperbolehkan mengikuti program Tax Amnesty meski tidak diwajibkan.

Di sisi lain, publik yang salah paham melihat bahwa UU Tax Amnesty hanya menyasar wajib pajak kecil, namun melepaskan wajib pajak skala besar dan yang memiliki harta di luar negeri.

Oleh sebab itu, Presiden telah menginstruksikan Direktorat Jenderal Pajak untuk membuat aturan penegasan bahwa Tax Amnesty merupakan hak, bukan kewajiban, baik oleh wajib pajak skala besar atau kecil.

"Siang ini akan diluruskan oleh Dirjen Pajak, termasuk memperbaiki kesalahpahaman persepsi, baik di aparat atau wajib pajak. Perlu diberikan penjelasan secara utuh," ujar Johan.

Johan juga memastikan bahwa Presiden Jokowi tidak perlu lagi meluruskan kesalahpahaman yang terjadi.

Diberitakan, meski banyak yang mendukung, banyak pula yang menjegal Undang-Undang Amnesti Pajak.

Mulai dari digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), ditentang di sosial media hingga dipetisikan di situs www.change.org.

Di situs www.change.org, diperlihatkan, sebanyak 11.384 orang menyetujui pembatalan kebijakan itu dengan alasan ketidakadilan.

Selain itu, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas juga menentang kebijakan itu. Menurut dia, sasaran kebijakan tersebut seharusnya pengusaha kelas kakap, bukan rakyat jelata.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com