Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Lingkungan Pertanyakan SP3 Kasus 15 Perusahaan Tersangka Pembakar Hutan

Kompas.com - 27/08/2016, 17:01 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Yuyun Indradi, menilai bahwa polisi tidak memiliki alasan jelas dan kuat dalam menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk 15 perusahaan yang sempat menjadi tersangka pembakaran hutan dan lahan.

Menurut Yuyun, polisi terkesan hanya mencoba mencari pembenaran melalui alasan tanpa disertai dengan data pengelolaan lahan konsesi oleh 15 perusahaan tersebut.

"Kami menilai alasan Polri terkait SP3 tidak tepat karena tidak disertai dengam data-data pendukung," ujar Yuyun saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/8/2016).

Ia menyebutkan, sejak SP3 diterbitkan, Polri maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan tidak pernah menunjukkan daftar perushaan yang menerima konsesi pemanfaatan hutan beserta peta sebarannya kepada publik.

Oleh sebab itu, alasan Polri tidak begitu saja bisa dipercaya. Dari data yang dimiliki oleh Greenpeace dan dari proses investigasi, bisa diverifikasi bahwa lahan yang terbakar adalah area konsesi yang dimiliki oleh perusahaan tertentu.

"Kami belum pernah menerima data yang menjadi alasan Polri memberikan SP3. Padahal sudah terverifikasi titik api itu terletak di lahan konsesi perushaan tertentu," kata Yuyun.

Selain itu, selama ini tersangka pembakar hutan yang ditangkap hanyalah pelaku lapangan. Yuyun menyebut polisi enggan mengusut pelaku sebenarnya yang memerintahkan pembakaran itu.

Berdasarkan data Greenpeace, saat ini sudah ada 450 orang yang ditangkap terkait kasus pembakaran hutan. Sebagian besar pelaku merupakan masyarakat lokal yang ingin membuka lahan perkebunan kelapa sawit yang tergiur ajakan pihak perusahaan pengelola kelapa sawit.

"Kalau masyarakat ini kan urusannya soal perut. Mereka (perusahaan) mengimingi masyarakat untuk buka kebun. Bisa juga pelaku hanya orang bayaran yang disuruh oleh pihak perusahaan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Forest Watch Indonesia (FWI) Togu Manurung menilai bahwa penerbitan SP3 kepada 15 perusahaan itu merupakan tindak pembiaran oleh aparat terhadap permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.

"Bagaimana pemerintah menangani ini? Ini seperti pembiaran. Sudah jelas dibakar, tapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah," ujar Togu ketika dihubungi, Jumat (26/8/2016).

Togu menganggap penerbitan SP3 sebagai sinyal negatif kepada publik terkait konsistensi pemerintah dalam mengatasi masalah karhutla.

Belum lama ini, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto menjelaskan, setidaknya ada tiga alasan kasus 15 perusahaan tersebut dihentikan.

Pertimbangan pertama karena lokasi yang terbakar bukan lagi area perusahaan karena sudah dilepas. Kedua, masih ada sengketa pada lahan yang terbakar, namun lahannya bukan milik perusahaan.

"Ada satu lagi. Di lokasi yang terbakar, perusahaan sudah berupaya melakukan pemadaman dengan fasilitas sarana pemadaman yang sudah diteliti. Menurut keterangan ahli itu tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian," ujar Ari Dono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/6/2016).

Ia menyebutkan, polisi masih mendalami proses pemberian SP3 tersebut. Bareskrim telah mengirim Kepala Biro Pengawas Penyidik untuk meneliti lebih dalam.

Namun demikian, Ari Dono menjamin keluarnya SP3 tersebut telah melalui proses penyelidikan dan penyidikan. Penyidik memanggil saksi dan para ahli untuk menelusuri kasus 15 perusahaan tersebut.

Kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015. Diduaga ada unsur kesengajaan dalam kebakaran itu sehingga menyeret 15 perusahaan serta 25 orang telah diajukan ke meja hijau. Polisi menerbitkan SP3 pada Januari 2016 atau tiga bulan setelah penetapan tersangka korporasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com