Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budi Waseso Bantah Intimidasi Haris Azhar Lewat Pelaporan ke Polisi

Kompas.com - 03/08/2016, 19:42 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso membantah melakukan intimidasi kepada Haris Azhar melalui laporan Polisi ke Bareskrim Polri.

"Kami tidak pressure, kami tidak intimidasi. Kami justru fair soal ini," ujar dia saat diwawancara Kompas.com di Kompleks Istana Kepresidenan pada Rabu (3/8/2016).

Di satu sisi, BNN melalui tim investigasi tetap menelusuri kebenaran informasi dari Haris bahwa ada oknum BNN yang membekingi gembong narkotika, Freddy budiman.

Namun, di sisi lain, BNN menganggap pernyataan Haris itu terlalu dini untuk disampaikan kepada publik. Sebab, belum memiliki dasar bukti yang kuat yang akhirnya berpotensi menjurus menjadi tuduhan alias fitnah.

Apalagi, institusi yang disebut Haris bersekutu dengan Freddy Budiman itu merupakan institusi negara yang kredibilitasnya cukup baik, yakni TNI, Polri dan BNN.

(Baca: Ungkap Cerita Freddy Budiman, Haris Akui Tunggu Momentum Jelang Eksekusi Mati)

Pernyataan Haris yang belum jelas itu berpotensi menurunkan kepercayaan publik. Dengan dilaporkannya Haris ke Bareskrim Polri, Buwas yakin pengusutan kebenaran informasi dari Haris itu akan lebih cepat.

"Jadi biarlah Polisi yang menyidik, mendalami itu benar atau tidak. Tinggal saudara Haris itu membuktikan ucapan dia, siapa, kapan, di mana, apa sih tujuan dia ungkap ini setelah si Freddy almarhum," ujar Buwas.

"Justru laporan itu juga bisa mempercepat proses investigasi kami juga. Ini sudah sangat fair ya menurut saya, " lanjut dia.

(Baca: Polisi, BNN, dan TNI Laporkan Haris Azhar ke Bareskrim Terkait Cerita Freddy Budiman)

Sebelumnya, Haris yang merupakan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.

Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar. Saat ingin mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.

"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.

(Baca: Dirjen PAS Akui Ada Oknum Mengaku dari BNN Minta CCTV di Ruangan Freddy Budiman Dilepas)

Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000. Oleh karena itu, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy.

Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.

Cerita yang diungkapkan Haris ketika Freddy sudah dieksekusi mati itu berujung polemik. BNN, TNI dan Polri, melaporkan Haris dengan tuduhan melanggar UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Kompas TV Kontras: Freddy Budiman Gelontorkan Uang ke Polisi & BNN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com