JAKARTA, KOMPAS.com - Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menolak hukum mati jilid III yang tidak lama lagi akan dilaksanakan oleh pemerintah.
Pemerintah dinilai tidak pernah secara terbuka memberikan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan hukuman mati Jilid I dan II.
"Hasil evaluasi penting agar masyarakat mengetahui seberapa jauh efektivitas pelaksanaan hukuman mati," kata Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Romo PC Siswantoko di Kontras, Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Siswantoko mempertanyakan apakah eksekusi 14 orang terpidana mati kasus narkoba akan mengurangi peredaran narkoba di masyarakat.
Ia menilai tidak ada korelasi antara eksekusi mati dan penuruan angka peredaran narkoba.
"Kami lihat eksekusi I dan II tidak beri efek jera. Jumlah napi narkoba bertambah. Narkoba semakin banyak. Ini berarti eksekusi tidak berbanding lurus dengan penurunan angka kejahatan atau jumlah peredaran narkoba," ucap Siswantoko.
Siswantoko meyakini negara memiliki potensi menghukum mati seseorang yang tidak tepat. Ketika hukuman mati dilakukan, maka Negara tidak memiliki cara menebus kesalahan tersebut.
"Bagaimana kami bisa yakin 14 orang itu hasil produk proses peradilan yang adil," ujar Siswantoko.
Menurut Siswantoko, negara harus bersanding dengan keberadaban. Kata dia, negara dapat dikatakan berprestasi jika mampu mengurangi kejahatan tanpa mengurangi kehidupan.