JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengaku akan membuat pusat data terpadu yang mendata jumlah kasus, pelaku, dan korban kekerasan seksual terhadap anak.
Pembentukan pusat data terpadu tersebut nantinya guna menunjang implementasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Pusat data itu didirikan karena hingga kini Indonesia belum memiliki satupun pusat data terpadu mengenai kekerasan seksual terhadap anak. Apalagi, perppu tersebut mengandung pasal pemberatan hukuman yakni kebiri kimiawi sehingga membutuhkan pendataan yang lengkap untuk menghitung anggaran yang dibutuhkan.
"Pusat data terpadu itu memang sedang kami kerjakan, karena kementerian kami sebagai leading sector dalam penanganan kekerasan seksual terhadap anak membutuhkan data yang lengkap dan komprehensif untuk mengimplementasikan Perppu Nomor 1 Tahun 2016," kata Yohana di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2016).
(Baca: Seluruh Fraksi Sepakat Perppu Kebiri Diparipurnakan)
Dia menambahkan jika nantinya pusat data terpadu itu selesai, maka perppu yang tengah diupayakan menjadi UU itu bisa segera diimplementasikan secara optimal.
"Kami targetkan proyek pengerjaan pusat data terpadu bisa selesai akhir tahun ini dan akan segera bisa digunakan untuk membantu kami menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak," papar Yohana.
Kesepuluh fraksi di Komisi VIII DPR menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 dibahas ke tingkat selanjutnya sebelum disahkan menjadi UU di Rapat Paripurna 27 Juli nanti.
(Baca: Dirjen HAM Nilai Perdebatan soal Kebiri Berpotensi Membiarkan Pelaku Kekerasan Seksual)
Dari sepuluh fraksi yang hadir, sebanyak delapan fraksi menyetujui Perppu tersebut dibahas di tingkat selanjutnya.
Sedangkan dua fraksi yakni Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Fraksi Hanura bahkan mendukung sepenuhnya Perppu untuk segera diundangkan dan disahkan di Rapat Paripurna.