JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memandang bahwa peran Tentara Nasional Indonesia dibutuhkan dalam upaya memberantas tindak pidana terorisme di Indonesia.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, aksi terorisme telah menjadi ancaman global dan pola penanganannya tidak lagi cukup hanya mengandalkan satu institusi saja, yakni Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
Menurut Luhut, strategi yang paling bisa diandalkan adalah menggabungkan seluruh kekuatan negara.
Hal itu terbukti dengan kesuksesan Satuan Tugas Operasi Tinombala saat memburu Santoso dan para pengikutnya. Santoso tewas dalam baku tembak dengan tentara di pegunungan di Poso.
(baca: Salah Satu yang Kabur dalam Baku Tembak Diduga Istri Santoso)
Luhut berharap, revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tetap diatur pelibatan TNI dalam operasi pemberantasan terorisme.
Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Antiteror Supiadin Aries Saputra mengatakan, keberhasilan Satgas Tinombala menunjukan bahwa ke depannya memang perlu dibentuk tim gabungan untuk penanggulangan terorisme.
"Ini satu gambaran bagaimana prospek UU kita butuh operasi gabungan dalam penanggulangan terorisme," ujar Supiadin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/7/2016).
(baca: Luhut Ungkap Kronologi Kematian Santoso, sejak Pemantauan hingga Identifikasi)
Ia menambahkan, kebutuhan pasukan akan disesuaikan dengan medan sasaran atau geografi yang dihadapi.
Seperti menghadapi kondisi Poso yang merupakan hutan belantara, kemampuan Densus 88 tak dilengkapi kemampuan perang hutan.
Di sisi lain, pasukan prajurit TNI memiliki kemampuan perang hutan sejak pertama kali menjadi prajurit.
(baca: Penumpas Santoso Dapat Kenaikan Pangkat Luar Biasa)
"Namanya Taktik Pertempuran Regu Anti Gerilya (TPRAG)," ujar Politisi Partai Nasdem itu.
Pasal pelibatan TNI mulai diatur revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Namun, pasal ini banyak didebatkan sejumlah pihak. Terutama pada Pasal 43.
Sebelumnya, tim yang berhasil menewaskan Santoso, yakni prajurit dari Batalyon Raider 515 Kostrad. (baca: Ini Cerita Panglima TNI Bagaimana Operasi Penyergapan Santoso)
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menegaskan, keberhasilan operasi bukan hanya untuk tim batalyon Raider 515 Kostrad, melainkan semua satgas Tinombala.