Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Komunikasi: DPR Jangan Salah Pilih Komisioner KPI

Kompas.com - 18/07/2016, 08:06 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Komunikasi Universitas Indonesia Ade Armando mengatakan seorang komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus sosok yang berintegritas dan memiliki kapasitas dalam mengawasi dan mengatur dunia penyiaran di Indonesia.

Pernyataan tersebut menyusul akan digelarnya uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon komisioner KPI di DPR, Senin (18/7/2016). Uji kepatutan ini akan berlangsung selama dua mulai hari ini hingga besok.

"Kalau kita punya stasiun televisi yang buruk, maka dampaknya bisa serius terhadap kualitas kebudayaan dan peradaban masyarakat kita," ujar Ade saat dihubungi, Minggu (17/7/2016).

(Baca: Komisi I DPR Minta KPI Perbanyak Anggaran Pengawasan Tayangan TV)

Posisi komisioner KPI pada periode berikutnya juga dinilai strategis sebab bertepatan dengan pengambilan beberapa keputusan. Sebut saja perpanjangan izin 10 stasiun televisi swasta yang jatuh pada akhir 2016.

Komisioner KPI akan meninjau kembali izin penyiaran. Jika tak berintegritas, kata Ade, maka untuk 10 tahun mendatang masyarakat Indonesia akan melihat isi tayangan yang sama saja dengan yang selama ini disaksikan.

Oleh karena itu, KPI diharapkan dapat secara tegas mengatur agar seluruh stasiun televisi swasta tersebut dapat mematuhi Undang-Undang Penyiaran.

"Karena hanya kalau ada rekomendasi dari KPI lah 10 stasiun televisi itu bisa diperpanjang izinnya. Kalau ada yang tidak mematuhi maka izin tidak akan diberikan atau kalau nanti melanggar akan dicabut izinnya," kata mantan Komisioner KPI periode 2004-2007 itu.

Peran komisioner baru KPI juga strategis karena akan menghadapi pemilu presiden pada 2019.

Sejumlah stasiun televisi dimiliki oleh para politisi, oleh karena itu KPI harus ketat dalam mengawasi produk siaran agar televisi-televisi tersebut tak digunakan sebagai sarana propaganda yang saling menjatuhkan, menyudutkan dan menyerang.

Ade menambahkan, hal tersebut sebetulnya sudah terjadi pada Pilpres 2014 dimana media massa digunakan sebagai sarana propaganda. Namun ia memprediksi pada 2019 pertarungan politiknya akan semakin gencar.

"Jadi kita perlu sekali KPI yang punya kemampuan untuk mengatur dan mengawasi secara baik," tuturnya.

Begitu pula soal kebijakan ke arah pemasaran kepemilikan. Terjadi oligopoli stasiun televisi, dimana sejumlah stasiun televisi hanya dimiliki oleh segelintir orang.

Hal tersebut, menurut Ade, juga perlu diatur. Terlebih migrasi ke televisi digital juga akan direalisasikan. Ia berharap KPI tidak malah menjadi lembaga regulator yang menjadi pelayan industri.

(Baca: KPI Berharap TVRI Dapat Menjadi Referensi Tayangan Anak)

Ade menuturkan 10 televisi swasta yang akan memperpanjang izin siarnya juga dianggap sudah bertahun-tahun menguasai industri penyiaran. Mereka pun akan menggunakan segenap kekuatannya untuk tetap berkuasa.

"Industri akan mati-matian memengaruhi DPR agar memilih anggota-anggota KPI yang bisa melayani kepentingan mereka. Itu yang harus kita cegah," kata Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) itu.

Ia pun berharap besar agar Komisi I DPR mampu memilih komisioner KPI yang berintegritas serta memiliki kapasitas tersebut.

"Nasib bangsa ini, dalam artian tontonan yang sehat, betul-betul ditentukan oleh Komisi I DPR. Mereka punya power untuk memaksakan mereka yang nantinya terpilih itu betul betul menjalankan amanat undang undang," tutup dia.

Kompas TV Menkominfo Hadiri Peringatan Harsiarnas

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Angota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Angota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com