JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf mencatat sederet peristiwa kekerasan dan pengekangan kebebasan berpendapat di Papua saat Komjen (Pol) Tito Karnavian menjabat sebagai Kepala Polda Papua.
Namun, Al berpendapat bahwa hal itu tak bisa disebut sebagai catatan hitam Tito.
"Itu adalah bagian dari dinamika yang ada di Papua. Siapa pun pemimpin Polri ya pasti akan mengalami itu," ujar Al di Kantor Imparsial, bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/6/2016).
(Baca juga: Kisah Tito Karnavian, Pemuda Cerdas dari Palembang yang Pilih Jadi Polisi)
Al mengatakan bahwa sederet peristiwa itu lebih tepat dikaitkan dengan lemahnya peran negara secara umum terhadap penanganan kemiskinan dan konflik horizontal di bumi Papua.
"Polisi itu hanya variabel kecil saja di dalam menyelesaikan persoalan ini," ujar Al.
Ia melanjutkan, rentetan peristiwa kekerasan dan pengekangan kebebasan berpendapat di Papua lebih baik dijadikan tantangan bagi Tito demi penanganan ketertiban masyarakat lebih baik lagi.
"Hal itu justru menjadi tantangan bagi Tito agar tidak menangani konflik Papua dengan cara persuasif, tidak represif," ujar Al.
Tito ditunjuk Presiden sebagai Kapolri untuk menggantikan Jenderal Badrodin Haiti yang akan memasuki masa pensiun.
Nama dia secara resmi diserahkan pihak Istana ke DPR untuk disetujui, 15 Juni 2016 kemarin.
Komisi III DPR RI akan melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test kepada Komjen Tito Karnavian pada Rabu (22/6/2016) pekan depan. (Baca juga: Novanto Harap Fit And Proper Test Tito Karnavian Rampung Pekan Ini)