Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi Kecam Penembakan Warga Penolak Tambang di Bengkulu

Kompas.com - 12/06/2016, 15:44 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengecam penembakan oleh polisi terhadap sejumlah warga yang menolak penambangan oleh PT Cipta Buana Selaras (CBS) di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, Sabtu (11/6/2016).

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati, mengatakan, peristiwa tersebut mengindikasikan bahwa kepolisian belum dapat benar-benar mengayomi masyarakat sesuai fungsinya.

"Bahkan, kepolisian seperti berpihak kepada perusahaan pertambangan batubara yang secara jelas merusak lingkungan hidup serta memproduksi konflik dan pelanggaran hak asasi manusia," kata dia di Jakarta, Minggu (12/6/2016).

Menurut Nur, tindak kekerasan aparat negara terhadap rakyat yang memperjuangkan lingkungan hidup merupakan penghianatan terhadap HAM.

(baca: Cerita Anggota Polisi yang Dibacok Demonstran Tambang Batubara di Bengkulu)

Padahal, dalam Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa negara mengakui hak warga yang memperjuangkan lingkungan tersebut.

"Hak warga negara itu dijamin oleh UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata dia.

Selain itu, lanjut dia, dalam Pasal 66 UUD 1945 juga disebutkan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

"Adanya peristiwa ini, menunjukkan bahwa industri ekstraktive seperti tambang batubara berwatak tidak hanya eksploitatif dan merusak lingkungan hidup serta sumber-sumber kehidupan rakyat, tapi juga berwatak militeristik," kata dia.

Sebelumnya, aksi unjuk rasa menolak tambang dilakukan oleh masyarakat yang mewakili 12 desa di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu.

(baca: Demo Tambang di Bengkulu Bentrok, Dua Warga Tertembak, Dua Polisi Dibacok)

Adapun 12 desa yang menolak, yakni Desa Penembang, Lubuk Unen 1, Lubuk Unen 2, Talang Ambung Taba Durian Sebakul, Susup, Komering, Durian Lebar, Taba Tematung, Rajak Besi, Pagar Besi dan Tabarenah.

Aksi tersebut dimulai sekitar pukul 10.00 WIB di lokasi tambang PT. Citra Buana Selaras (CBS). Ratusan warga yang hendak mendatangi pimpinan perusahaan dihadang oleh petugas kepolisian.

Saat itu terjadi komunikasi, namun berujung bentrok yang menyebabkan dua warga terkena tembak serta dua anggota polisi terkena bacok.

Tidak dapat diketahui secara jelas siapa yang terlebih dahulu memulai aksi anarkitis tersebut. Korban luka tembak masyarakat dilarikan ke RS di Kabupaten Rejang Lebong, dan RS M.Yunus di Kota Bengkulu.

Adapun warga korban diantaranya, Marta (18) dan Bahrudin Hs. Marta dilarikan ke RS di Rejang Lebong, sedangkan Bahrudin dilarikan ke RS M Yunus di Kota Bengkulu. Sementara itu korban dari pihak kepolisian belum dapat diidentifikasi.

Penolakan warga terhadap aktifitas pertambangan bawah tanah dengan membuat terowongan sebenarnya sudah beberapa kali ditolak. Mereka takut jika nantinya, aktivitas pertambangan malah merusak lahan perkebunan yang berada di atasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com