JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR Yandri Susanto mengatakan, aturan verifikasi faktual Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah tidak dimaksudkan untuk menjegal calon perseorangan atau independen.
Verifikasi KTP dengan sensus dilakukan demi tak adanya calon independen yang menggunakan KTP fiktif.
"Jangan sampai seperti selama ini, banyak kejadian KTP diambil di tempat kredit motor, kredit mobil, tempat leasing," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/6/2016).
Aturan mengenai verifikasi faktual ini terdapat dalam pasal 48 UU Pilkada. KTP yang sudah dikumpulkan oleh calon independen akan diverifikasi faktual oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) melalui metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon.
(Baca: Ini Ketentuan Verifikasi KTP Dukungan untuk Calon Independen dalam UU Pilkada)
Jika pendukung calon tak bisa ditemui, maka pasangan calon diberi kesempatan untuk menghadirkan mereka di kantor PPS dengan batas waktu 3 hari.
Namun, jika pasangan calon tak bisa menghadirkan pendukung mereka ke kantor PPS, maka dukungan calon tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat.
"Jadi penyelenggara harus memverifikasi secara fisik, benar enggak memberi dukungan, secara sadar atau halusinasi atau apa," ucap Yandri.
(Baca: Aturan Sensus KTP Dibuat untuk Cegah "Boneka" Calon Independen)
Yandri berharap verifikasi ini nantinya dilakukan kepada seluruh pendukung calon yang telah memberikan KTP, bukan hanya berdasarkan sampel tertentu.
Dengan begitu, hasilnya bisa lebih akurat. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini meyakini KPU bisa mengerahkan petugas PPS di setiap kelurahan untuk menemui setiap pendukung calon.
"Nanti Kalau ada kebohongan KTP, KPU harus membuka itu ke publik bahwa dukungan tidak benar," ucap dia.