JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia (Puskapa UI) menilai upaya pemerintah mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak belum optimal.
Pemerintah seharusnya tidak hanya mengeluarkan perppu mengenai tambahan hukuman, tetapi juga membenahi aspek pendukung lainnya, seperti meningkatkan kualitas serta ketersediaan penyidik perempuan di tingkat Polsek atau Polres.
"Jumlah polisi perempuan (Polwan) pada tahun 2013 hanya sekitar 3,6 persen atau 13.000 personel dari keseluruhan anggota kepolisian," kata Kepala Operasional Puskapa UI Ni Made Martini Puteri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/5/2016).
Ia mengatakan, dari 3,6 persen Polwan itu sebagian besar masih menduduki fungsi-fungsi administratif, bukan penyidikan. Selain itu, lanjut Made, pemerintah harus menjamin ketersediaan perangkat pemeriksaan korban perkosaan (rape kit) di setiap Puskesmas.
Kemudian, semua petugas kesehatan di tingkat puskesmas harus mengikuti pelatihan agar bisa menggunakannya rape kit sesuai dengan aturan Kementerian Kesehatan tentang Pedoman Pengembangan Puskesmas Mampu Tatalaksana Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
(Baca: Pemulihan Korban Kejahatan Seksual Lebih Penting daripada Hukuman Bagi Pelaku)
"Ketersediaan rape kit dan petugas andal harus diikuti dengan tersedianya rujukan konselor (rape/sexual violence councilor) di setiap Puskesmas untuk memudahkan korban kekerasan seksual memperoleh akses bantuan lebih cepat," kata dia.
Selain melatih petugas kesehatan, para pendamping, pekerja sosial, dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) juga perlu ditingkatkan pengetahuannya dengan keterampilan untuk mewawancarai dan mendampingi saksi, korban, pelaku anak-anak dan orang-orang berkebutuhan khusus.
Penambahan tenaga penyidik perempuan dan berbagai elemen pendukung lainnya diperlukan guna menjamin hak-hak pribadi korban, saksi, dan pelaku tetap terjaga.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.