Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Catatan FPI soal Draf Revisi UU Anti-terorisme

Kompas.com - 31/05/2016, 13:41 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Front Pembela Islam (FPI) menilai, ada sejumlah masalah dalam dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Juru Bicara FPI Munarman mencontohkan hukuman bagi seseorang jika bergabung dengan kelompok yang masuk daftar kelompok teroris.

FPI mempertanyakan bagaimana mekanisme suatu organisasi dianggap termasuk kelompok teroris.

"Kalau dimasukkan ke kelompok teroris, maka siapa yang memasukkan? Apakah melalui mekanisme hukum? Melalui mekanisme apa?" kata Munarman dalam rapat dengar pendapat umum panitia khusus RUU Anti-terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (32/5/2016).

Ia menambahkan, ada individu yang masuk daftar terorisme di Indonesia, tetapi daftar diperoleh dari data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sementara PBB, kata dia, mendapatkan data dari Amerika Serikat.

(Baca: Dikritik, RUU Anti-Terorisme Sama Sekali Tak Atur Hak Korban)

"Jadi sebetulnya yang diterima Indonesia adalah data yang dibuat pihak luar," kata Munarman.

"Jadi walaupun orang cuma mengaji di kelompok (yang dianggap kelompok teroris) tersebut, maka dia bisa dibilang mendukung kelompok teroris," sambung dia.

Ia juga menyinggung soal pasal yang menyebutkan bahwa warga negara Indonesia yang terbukti terlibat tindak pidana terorisme akan dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan paspor dan kewarganegaraan.

(Baca: Tak Jadi Solusi, Hukuman Mati Diminta Dihapus dalam RUU Anti-Terorisme)

Hukuman tersebut, lanjut dia, berpotensi menjadikan warga tersebut tak memiliki kewarganegaraan. Ancaman tersebut, menurut FPI, sangat tak layak dan bertentangan secara hukum.

"Ini undang-undang mau dibawa ke mana kalau secara resmi negara mendesain orang untuk tidak memiliki kewarganegaraan," ujar Munarman.

"Sebuah UU harus tertulis konkret dan jelas. Tidak boleh menimbulkan multitafsir serta penafsirannya diserahkan kepada pelaksana undang-undang," kata dia.

Kompas TV WNA Terlibat Jaringan Terorisme Poso

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com