JAKARTA, KOMPAS.com — Masa jabatan Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Badrodin Haiti akan berakhir pada Juli 2016.
Proses mempersiapkan pengganti Badrodin seharusnya sudah mulai. Namun, Komisi Kepolisian Nasional belum mempersiapkan nama-nama kandidat yang dianggap layak sebagai Kapolri untuk diajukan kepada Presiden Joko Widodo.
"Mepet kata siapa? Sudah tenang saja, Pak Presiden kan kalau ambil keputusan cepat," ujar Komisioner Kompolnas Irjen (Purn) Bekto Suprapto, saat ditemui di kantornya, Senin (23/5/2016).
(Baca: "Budi Gunawan Paling Tepat Duduki Jabatan Kapolri")
"Kalau perlu, hitungan jam, hari. Tidak perlu bulan, minggu," lanjut dia.
Kompolnas mencoba menyesuaikan dengan ritme Presiden Joko Widodo yang kerap mendadak.
Jika dilakukan terlalu cepat, ia khawatir hal tersebut menimbulkan kegaduhan yang sangat dihindari Jokowi.
Menghindari kegaduhan juga menjadi salah satu alasan Kompolnas lebih tertutup untuk mengungkap siapa saja nama-nama yang mereka lirik untuk menjadi Kapolri.
(Baca: Situasi Negara Kondusif, Tak Ada Alasan Perpanjang Jabatan Kapolri)
Sesuai arahan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, mereka sepakat untuk menerapkan prinsip satu pintu dalam penyebaran informasi.
"Maksudnya satu pintu itu, jangan sampai yang komisionernya sembilan, itu suaranya sembilan macam. Jadi suaranya satu macam berdasarkan apa diskusi kami, kajian kami," kata Bekto.
Ia menegaskan, Kompolnas serius dalam proses penggodokan calon kapolri.
Sewaktu baru dilantik, kata Bekto, sempat ada pembahasan mengenai calon kapolri antara Kompolnas dan Luhut.
Kompolnas yang baru dituntut segera menyiapkan kriteria calon kapolri. Komisioner lama Kompolnas juga ikut memberi masukan.
"Kami pelajari dokumen itu, kami cek lagi. Kami kan harus cek yang faktual seperti apa. Harus speak by data," kata Bekto.
Adapun kriteria yang paling penting dipenuhi calon kapolri adalah berintegritas tinggi.
Menurut Bekto, integritas merupakan prinsip dasar kehidupan yang kuat. Orang tersebut harus senang bekerja, memiliki tanggung jawab, tepat waktu, etika yang bagus, dan mampu menjadi pemimpin teladan bagi bawahannya.
"Yang penting sekarang bukan siapa, tapi apa selanjutnya," kata mantan Kepala Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.