Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usulan Pemilu Serentak Dibagi 2 Tahap Dianggap Sulit Diimplementasikan

Kompas.com - 20/05/2016, 19:40 WIB
Ayu Rachmaningtyas

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR asal Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo menilai, usulan yang disampaikan Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) agar pemilu serentak dibagi dalam dua tahap dengan jeda 2,5 tahun tak mudah diimplementasikan.

Perludem mengusulkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu lokal dengan jeda 2,5 tahun. Pemilu lokasi digelar setelah 2,5 tahun dilaksanakannya pemilu nasional.

Pemilu nasional adalah pemilihan untuk Presiden dan Wakil Presiden; DPR; dan DPD. Sedangkan pemilu lokal adalah pemilihan untuk DPRD provinisi, DPRD kabupaten/kota, dan gubernur, bupati/wali kota.

(Baca: Perludem Usul Pemilu Serentak 2019 Dibagi Dua Tahap dengan Jeda 2,5 Tahun)

Arif berpendapat, pemilu nasional dan pemilu lokal lebih baik dilaksanakan pada tahun yang sama dengan waktu penyelenggaraan terpisah. 

"Memisahkan sistem nasional dan lokal saya setuju saja. Tetapi kalau pemilu lokal dilaksanakan 2,5 tahun setelah pemilu nasional nanti jadi masalah di penerapannya," kata Arif saat dihubungi Kompas.com, Jum'at (20/5/2016).

Pendapatnya itu karena pertimbangan bahwa pembangunan yang dicanangkan antara presiden dan kepala daerah akan terpisahkan.

"Kan 2,5 tahun kepala daerahnya terpilih, presidennya ganti. Saat berganti Presiden harusnya ganti RPJMN dan RPJMD nya juga donk, masa RPJMD diganti-ganti," ujar Arif.

Selain itu, kata dia, akan terjadi pemborosan dari biaya dan energi. Negara akan hanya terfokus pada pelaksanaan pemilu.

Menurut Arif, pelaksanaan pemilu bukan hanya sehari masa pencoblosan.

"Nyoblosnya sih sebentar tapi tahapan dan pasca pemilu itu yang panjang. Baru selesai pemilu sudah ngurusin persiapan pemilu lokal (pilkada serentak)," katanya.

Sementara, jika pemilu nasional dan lokal dilaksanakan pada tahun yang sama, hiruk pikuk pasca pemilu diperkirakan akan selesai selama 2 tahun. 

"Konsep 2,5 tahun memang terlihat indah. Tapi repot diimplementasikan, belum urusan pembangunan, biaya pemilu, dan energi untuk perlaksanaan dan masalah-masalah pasca pemilu," kata Arif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com