JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil mengatakan, pelaksanaan pemilu serentak 2019 versi Mahkamah Konsitusi (MK) dinilai tidak akan menambah perbaikan pada sistem penyelenggaraan pemilu.
Putusan MK mengatur soal diselenggarakannya pemilu serentak dalam lima kotak, yakni memilih Presiden dan Wakil Presiden; DPR; DPD; DPRD Provinsi; dan DPRD kabupaten/kota.
Sistem pemilihan itu dinilai membingungkan, apalagi dalam pemilu sebelumnya terdapat banyak masalah terkait kotak dan surat suara.
"Kita lihat di 2014, banyak surat suara yang tertukar, surat suara rusak, dan permasalahan lainnya. Apalagi ini mau dilaksanakan serentak, bisa jungkir balik," ujar Fadli saat dihubungi, Jumat (20/5/2016).
Untuk itu, Perludem mengusulkan agar pemilu serentak 2019 dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu pemilu nasional dan pemilu lokal.
Pemilu nasional adalah pemilihan untuk Presiden dan Wakil Presiden; DPR; dan DPD. Sedangkan pemilu lokal adalah pemilihan untuk DPRD provinisi, DPRD kabupaten/kota, dan gubernur, bupati/wali kota.
"Nantinya pemilu lokal dilaksanakan 2,5 tahun setelah pemilu nasional," ujar Fadli.
Menurut dia, jeda waktu yang diberikan dimaksudkan untuk penyelenggara, parpol, dan pemilih bisa lebih fokus pada pemilu nasional.
Setelah itu, baru 2,5 tahun kemudian kembali fokus pada pemilu lokal. Dengan begitu, partai politik akan lebih fokus dengan menyiapkan kader-kader yang siap dan berkualitas untuk diusungkan untuk pilpres dalam pemilu nasional.
Dari segi pemilih, masyarakat akan lebih rasional untuk melihat calon-calon yang diusung partai. Pemilih akan lebih mudah mengenal calonnya, memperlajari visi misi dan gagasan yang dimiliki.
"Bayangkan kalau semua calon dijadikan satu seperti versi MK. Pasti akan membingungkan dan kualitas hasil pemilu tidak akan maksimal," ujarnya.
Bukan hanya itu, tujuan penyelenggaran pemilu lokal yang diadakan 2,5 tahun setelah pemilu nasional dimaksudkan agar masyarakat memiliki ruang untuk menilai kinerja pemerintah pemerintahan hasil pemilu nasional.
"Ini bisa menjadi referensi untuk pemilu lokal. Masyarakat cenderung akan melihat kinerja para kader partai yang menang di pemilu nasional sebelumnya," kata Fadli.