JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Golkar menyerahkan keputusan pemberian gelar nasional untuk mantan Presiden RI, Soeharto, kepada Kementerian Sosial sebagai pihak yang berwenang menentukan layak atau tidaknya seseorang mendapatkan gelar tersebut.
Hal ini menyusul adanya ketentuan dalam Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
"Iya (menyerahkan kepada Kemensos). Namun, keputusan apakah bisa atau tidak, itu kan di pemerintah, khususnya di Kemensos," ujar politisi Partai Golkar, Zainuddin Amali, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/5/2016).
Ia mengatakan, Partai Golkar mengusulkan pemberian gelar pahlawan tersebut karena, selain pernah menjabat sebagai presiden, Soeharto juga pernah menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar.
Dengan demikian, kata dia, Golkar berkewajiban untuk mengusulkan hal itu sebagai bentuk apresiasi atas jasa-jasa yang telah diberikan Soeharto.
"Namun, yang menentukan kan bukan kita," kata Zainuddin.
Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golongan Karya mengusulkan agar Soeharto menjadi pahlawan nasional. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie saat menyampaikan pidatonya pada pertemuan paripurna Munaslub Golkar, di Nusa Dua, Bali, Senin (16/5/2016).
"Partai Golkar pernah mengusulkan Soeharto jadi pahlawan nasional. Belum berhasil. Kali ini, Munas mengusulkan kembali ke DPP agar Soeharto menjadi pahlawan nasional," kata Aburizal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.