Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal “Guantanamo” di RUU Antiterorisme Penuh Kontroversi

Kompas.com - 21/04/2016, 06:36 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Dewan Perwakilan Rakyat akan segera membahas revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Namun, isi draf rancangan UU itu masih menyisakan kontroversi terutama dalam Pasal 43.

Di dalam salah satu poinnya, regulasi terbaru mencantumkan kewenangan penyidik ataupun penuntut untuk menahan seseorang yang diduga terkait kelompok teroris selama 6 bulan. Pasal ini dianggap memiliki banyak celah untuk penyalahgunaan wewenang.

Kekhawatiran itu diungkapkan Anggota Pansus RUU Antiterorisme, Arsul Sani. Arsul bahkan menyebutnya sebagai pasal “Guantanamo” yang merujuk pada nama penjara milik Amerika Serikat di wilayah Kuba.

Di tempat itu padatahun 2002, diketahui ratusan orang disembunyikan karena diduga terkait jaringan teroris.

“Ada pasal yang mengganggu yakni pasal 43 A yang disebut sebagai  Guantanamo. Dalam konteks pencegahan, penyidik atau penuntut berhak menahan terduga teroris untuk proses pembuktian,” ujar Arsul dalam diskusi Satu Meja di KompasTV, Rabu (21/4/2016).

(Baca: Ketua Pansus: Revisi UU Anti-Terorisme Akan Berkaca Kasus Siyono)

Dia menyebutkan pasal itu patut dikritisi. Pasalnya, kewenangan yang disebut sebagai bagian dari pencegahan itu bukannya dimiliki Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tetapi justru penegak hukum.

Selain itu, pasal itu juga tidak menyebutkan secara jelas orang-orang mana saja yang patut dicurigai dan boleh dilakukan penahanan sementara itu. “Saya melihat ada problem di situ,” ucap Arsul.

Sementara itu, Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris mengungkapkan proses penelusuran dugaan keterlibatan seorang teroris memang membutuhkan waktu yang lama, meski tidak sampai 6 bulan.

(Baca: Ini Pasal yang Dianggap Kontroversial dalam Draf RUU Anti-Terorisme)

Penegak hukum, kata dia, harus menggali kaitan demi kaitan dengan orang-orang sekeliling terduga teroris itu. Selain itu, penyidik juga perlu mendatangkan keluarga hingga tokoh agama yang didengarkannya untuk mengetahui tingkat radikalisme seseorang.

Dia menuturkan, di dalam pasal 43 RUU Antiterorisme ini sebenarnya bertujuan untuk mengutamakan sisi pencegahan. Namun, apabila ada persoalan pada ayat pertama pasal itu yang terkait penahanan, dia mengatakan lebih baik dibuat pengaturan lebih rinci agar tidak ada pelanggaran HAM.

“Kenapa ayat itu turun, kami sudah berkali-kali mengundang para pihak, aparat penegak hukum. Komisi III bisa berikan penguatan agar tidak langgar HAM,” ucap Irfan.

(Baca: Luhut: Kalau Pengkritik RUU Anti-terorisme Mengalaminya Sendiri, Baru "Nyaho" Dia!)

Arsul menambahkan, Pansus masih akan mengundang banyak pihak seperti akademisi, lembaga swadaya masyarakat, hingga ormas-ormas Islam untuk mendengar pendapat mereka tentang draf yang sudah ada.

Pansus, sebut dia, akan bersikap lebih berhati-hati dalam membahas RUU Antiterorisme ini. Apalagi, muncul dugaan pelanggaran HAM dalam kasus tewasnya terduga teroris Siyono.

Kompas TV Pro Kontra Revisi UU Anti-terorisme
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com