Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Busyro Muqoddas Duga Ada Keanehan di Balik Penolakan Otopsi Siyono oleh Warga

Kompas.com - 31/03/2016, 18:51 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menganggap ada keanehan di balik penolakan masyarakat Warga Desa Pogung, Cawas, Klaten, Jawa Tengah terhadap rencana otopsi jenazah Siyono.

Siyono tewas saat dalam penahanan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.

Busyro menilai reaksi tersebut tak seperti tradisi di masyarakat, di mana jika ada orang yang meninggal dunia maka tetangga-tetangganya akan datang melayat.

"Sekarang di balik penolakan itu ada apa? Apakah sebelumnya ada tradisi-tradisi di desanya Siyono itu keretakan masyarakat?" ujar Busyro usai mengisi acara diskusi di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (31/3/2016).

"Setahu saya tidak ada. Masyarakat di sesa sana guyub-guyub seperti pada umumnya masyarakat Indonesia. Jadi aneh, aneh sekali," kata dia.

Ia menambahkan, otopsi dilindungi oleh hukum dan diatur oleh Undang-Undang. Sehingga jika ada upaya pengalang-halangan maka dapat dikatakan melanggar hukum.

Sebab, otopsi adalah cara akademis untuk mengetahui wajar atau tidaknya suatu kematian.

Meski begitu, Busyro membantah saat ditanya apakah warga sekitar menerima ancaman dari pihak tertentu di balik penolakan tersebut.

Kalau pun terjadi keganjilan, Busyro menambahkan, maka apapun hasilnya dapat menjadi bahan koreksi bagi Polri.

"Kelemahan-kelemahannya harus dikoreksi oleh publik. Kepolisian kan lembaga publik," ujarnya.

Busyro menuturkan, pihaknya telah menyiapkan tim otopsi yang terdiri dari lima orang, dari pihak rumah sakit dan perguruan tinggi.

Namun, ia belum dapat memastikan kapan otopsi akan dilakukan.

"Kami belum dapat informasi dari dokter ahli forensik," kata mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Kompas TV Terduga Teroris Serang Petugas Densus 88
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com