Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/03/2016, 10:59 WIB

Kehebohan sekitar Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tampaknya bakal terus berkembang. Pekan lalu, Basuki ”Ahok” Tjahaja Purnama memutuskan maju sebagai calon perseorangan berpasangan dengan Heru Budi Hartono, pegawai negeri sipil mantan Wali Kota Jakarta Utara yang kini menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.

Ahok menyatakan, ia tidak punya uang sebagai ”mahar” untuk partai politik yang dapat menjadi pengusungnya.

Ahok menyatakan ”mahar”—tegasnya ”mahar politik”—adalah untuk menutupi biaya menggerakkan parpol sejak dari tingkat bawah sampai ke atas.

Namun, banyak kalangan tampak lebih memersepsikan soal mahar dengan praktik ”jual beli” dukungan antara calon dalam pilkada atau pilgub (juga dalam pileg dan pilpres) dengan parpol.

Karena itu, mereka memandang negatif praktik ”mahar” dalam percaturan politik.

Praktik mahar politik mencerminkan terjadinya pergeseran arti istilah atau konsep mahar (bahasa Arab mahr, bahasa Inggris dowry) dalam wacana publik Indonesia.

Mahar yang semula terkait agama (Islam) kian populer dalam wacana dan praktik politik masa demokrasi pasca-Soeharto.

Dari sudut sentimen keislaman, pergeser- an makna dan konsep mahar yang semula positif menjadi peyoratif patut disayangkan karena dapat menimbulkan persepsi dan pemahaman keliru terhadap ketentuan hukum Islam.

Agaknya kesulitan mencari istilah lain, mahar dengan begitu saja juga diterapkan dalam politik Indonesia.

Istilah atau konsep mahar semula dalam fikih (yurisprudensi Islam) mengacu pada ketentuan tentang pemberian wajib (calon) suami kepada (calon) istri yang disampaikan pada waktu akad nikah (ijab kabul) perka- winan.

Besar-kecilnya tergantung kemampuan pihak (calon) suami, dan (calon) istri mesti ikhlas menerima.

Dengan demikian, mahar merupakan pertanda ikatan sakral (akad) dalam pernikahan antara (calon) suami dan (calon) istri.

Mahar bendawi yang diberikan suami menjadi sepenuhnya milik istri sebagai cadangan jika ia membutuhkan dana.

Namun, dalam praktik politik Indonesia lebih satu dasawarsa terakhir, istilah mahar politik dipahami publik sebagai transaksi di bawah tangan atau illicit deal yang melibatkan pemberian dana dalam jumlah besar dari calon untuk jabatan yang diperebutkan (elected office) dalam pemilu/pilkada dengan parpol yang menjadi kendaraan politiknya.

Tanpa bermaksud memberi justifikasi pada praktik mahar politik yang tampaknya kian lazim, hal sama terjadi di banyak negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com