Menurut perjanjian yang dia ketahui, pembangunan dalam kontrak hanya pembangunan dua mal, satu hotel, dan satu lahan parkir.
"Pada waktu itu memang rencana diajukan hanya dua mal dan hotel. Setelah itu, tidak dilaporkan oleh direksi HIN. Ternyata ada dua gedung itu," kata Sukardi usai diperiksa di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
(Baca: Jampidsus: Ada Penyalahgunaan Wewenang dalam Kasus Hotel Indonesia)
Selain yang disebutkan di atas, ternyata dibangun lagi dua gedung yakni Menara BCA dan Hotel Kempinski. Sukardi mengakhiri jabatannya sebagai menteri pada Oktober 2004. Setelah itu, dia tidak tahu lagi bagaimana perkembangannya.
Namun, menurut informasi yang Sukardi dapat dari internal Kementerian BUMN, memang benar tidak ada penambahan dua bangunan itu dalam kontrak. Menurut dia, tak ada rencana penambahan dua bangunan dalam negosiasi kontrak.
"Seharusnya ketika gedung pembangunan selesai, ada berita acara pembangunan dilaporkan ke pemegang saham, Menteri BUMN, dengan direktur. Yang jelas pada awalnya tidak ada pembahasan," kata Sukardi.
(Baca: Dua Bangunan di Kawasan Hotel Indonesia Dianggap Menyalahi Kontrak)
Sukardi diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kontrak antara PT GI dan PT HIN. Ia diperiksa selaku pengambil kebijakan saat itu. Ia menyebut BUMN kecolongan atas penyimpangan tersebut.
Yang jelas, permintaan persetujuan untuk peroanjangan kontrak dan penambahan bangunan itu memang tidak ada. Masalah kontrak antara PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Grand Indonesia ini diduga merugikan BUMN tersebut sebesar Rp 1,2 triliun.
Awalnya, negara memiliki lahan yang saat ini terbangun kompleks Grand Indonesia dan mempercayakan lahan itu kepada PT HIN. Tahun 2002, perusahaan milik negara tersebut melaksanakan kerja sama dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (PT CKBI) untuk membangun lahan itu.
(Baca: Kerja Sama dengan Grand Indonesia, BUMN Ini Berpotensi Rugi Rp 1,2 Triliun)
Kerja sama yang baru diteken pada 2004 itu menggunakan skema perjanjian bangun-guna-serah atau built-operate-transfer (BOT). Dalam skema perjanjian itu, hanya empat aset yang sepakat untuk dibangun, yakni hotel bintang lima Kempinsky, pusat perbelanjaan Grand Indonesia west mall, east mall dan fasilitas parkir.
Namun, PT CKBI melalui anak perusahaannya, PT Grand Indonesia, melakukan subkontrak lagi dengan pengusaha lain, yakni BCA dan Apartemen Kempinsky.
Alhasil, Menara BCA dan Apartemen Kempinsky pun memiliki bangunan di aset lahan milik negara tersebut. Dua pembangunan itu selama ini tidak memberikan pemasukan kepada negara karena dua pembangunan itu di luar dari perjanjian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.