Dari jumlah tersebut, 308 kasus masuk tahap penyidikan pada semester pertama di 2015 dan 242 kasus pada semester kedua.
Adapun dari jumlah kasus tersebut, modus yang paling banyak digunakan adalah penyalahgunaan anggaran dengan jumlah 134 kasus. Sementara kerugian negaranya mencapai Rp 803,3 miliar.
"Modus yang paling sering digunakan pada 2015 adalah penyalahgunaan anggaran sekitar 24 persen atau 134 kasus," ujar Staf Divisi Investigasi ICW, Wana Alamsyah di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Rabu (24/2/2016).
Ia mencontohkan, salah satu kasus penyalahgunaan anggaran adalah korupsi dana bansos yang dilakukan Bupati Bengkalis Herliyan saleh. Korupsi tersebut merugikan negara sebesar Rp 29 miliar.
(Baca: BPS: Tiga Tahun Terakhir, Masyarakat Semakin Membenci Korupsi )
Sementara itu, total nilai kerugian negara akibat kasus korupsi di 2015 mencapai Rp 3,1 triliun.
Selain penyalahgunaan anggaran, modus korupsi yang paling sering digunakan adalah modus penggelapan dengan jumlah 107 kasus. Nilai kerugian negara yang ditimbulkan yaitu Rp 412,4 miliar.
"Kemudian modus mark-up dengan 104 kasus dan penyalahgunaan wewenang 102 kasus," kata Wana.
Polri mengklaim lebih banyak
Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Pol Erwanto Kurniadi pada kesempatan yang sama menyampaikan sanggahannya terkait paparan data ICW.
Menurut Erwanto, kepolisian tahun lalu menangani lebih banyak perkara daripada angka yang dipaparkan ICW. Namun, menurutnya, itu hanyalah masalah perbedaan persepsi.
Adapun berdasarkan data yang dimiliki Polri, sepanjang 2015 sebanyak 927 perkara sudah masuk ke P21, dengan kerugian negara lebih dari Rp 437 miliar.
"Sebenarnya ini masalah persepsi. Yang dimaksud kasus itu apa, perkara apa. Karena kami menghitungnya perkara," kata Erwanto.
"Kalau ICW menghitung kasus, kami menghitung perkara. Di kami bisa lebih banyak," sambungnya.
Adapun pemantauan yang dilakukan ICW dilakukan dalam periode 1 Juli hingga 31 Desember 2015 dengan sumber website resmi Institusi Penegak Hukum serta pemberitaan di media massa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.