Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernyataan Luhut Panjaitan Soal SP3 di KPK Dipertanyakan

Kompas.com - 14/02/2016, 16:07 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mempertanyakan pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan di media massa, beberapa waktu lalu.

Luhut mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diberikan wewenang untuk penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) melalui revisi UU KPK. Alasannnya, SP3 diterbitkan KPK jika ada tersangka yang meninggal dunia.

Menurut Fickar, pernyataan Luhut tidak relevan. sebab, jika ingin menghentikan suatu perkara lantaran tersangkanya meninggal dunia, UU KPK tidak perlu direvisi. Hal itu telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Terhadap tersangka yang meninggal, KUHP itu sudah mengatur. Gugurnya tersangka, saat di penuntutan sampai di pengadilan kalau dia sudah meninggal dunia," ujar Fickar di Sekretariat Indonesia Corruption Watch, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (14/2/2016) sore.

Pasal 77 KUHP berbunyi, "kewenangan menuntut pidana dihapus, jika tertuduh meninggal dunia".

Adapun, jika seorang telah masuk ke persidangan dan meninggal dunia, statusnya diatur dalam Pasal 83 KUHP yang berbunyi, "kewenangan menjalankan pidana dihapus jika terpidana meninggal dunia."

"Artinya apa? Tidak perlu ada revisi UU KPK soal penerbitan SP3 atas alasan menghentikan perkara tersangka yang sudah meninggal dunia. Itu sudah diatur dalam KUHP, tinggal dijalankan," lanjut Fickar.

Pernyataan Luhut disampaikan di kantornya, Jumat (12/2/2016). Awalnya, Luhut mengungkapkan keheranannya terhadap fraksi di DPR yang menolak revisi UU KPK. Sebab, empat poin yang diusulkan direvisi bertujuan memperkuat KPK, bukan sebaliknya.

Usul soal wewenang penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) misalnya. Kasus di mana tersangkanya sudah meninggal, sebut Luhut, seharusnya di-SP3 oleh KPK. Namun, lantaran KPK tidak memiliki kewenangan itu, KPK tidak dapat melakukannya.

"Masak orang sudah mati tetap dihukum? Orang sudah meninggal dunia, kasusnya tidak di-SP3? Di mana hak asasi manusianya?" ujar Luhut di kantornya, Jumat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com