JAKARTA, KOMPAS.com - Meski banyak pihak menolak rencana perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, namun sejumlah pembenahan dalam UU tersebut dianggap tetap diperlukan.
Menurut pengacara Maqdir Ismail, ada beberapa hal yang perlu dibenahi pemerintah jika benar-benar ingin menguatkan KPK.
Terkait penyadapan misalnya, Maqdir menilai UU KPK seharusnya mengatur soal akuntabilitas dan keterbukaan. Sehingga, KPK mempunyai mekanisme pertanggungjawaban atas penyadapan yang telah dilakukan.
"Harus ada pertanggungjawaban secara terbuka," ujar Maqdir dalam sebuah acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/2/2016).
"Publik harus mengetahui berapa banyak yang disadap dan berapa banyak yang terbukti dari penyadapan tersebut," kata dia.
Hal kedua yang juga perlu dibenahi adalah isi pasal 21 UU KPK yang hanya menyebutkan pimpinan KPK hanya sebagai penyidik dan penuntut umum.
"Mestinya ditegaskan kembali bahwa mereka juga penyelidik, karena wewenang KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," ucap Maqdir.
Selain itu, menurut Maqdir, harus ada kewajiban KPK melimpahkan kasus yang tak sanggup ditangani kepada penegak hukum lain.
Selama ini KPK hanya memiliki kewenangan mengambil alih kasus korupsi dari penegak hukum lain, namun tak diimbangi kewajiban melimpahkan kasus.
"Kewajiban pelimpahan perkara juga harus diatur. Perkara Bambang Soeharto misalnya, kondisi dia tidak mungkin diadili. Karena tidak ada aturan, dia bisa jadi tersangka seumur hidup. Hal seperti ini harus diatur supaya tidak ada pelanggaran HAM," tutur Maqdir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.