JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, meminta Kepolisian RI segera menghentikan proses pemidanaan kasus yang menimpa pengamat hukum, Erwin Natosmal Oemar.
Sebab, kasus itu dianggap tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh Undang-Undang Pers. Dewan Pers menilai kasus tersebut akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers apabila polisi meneruskannya ke ranah pidana.
"Narasumber dan jurnalis itu bekerja di bawah Undang-Undang Pers. Apabila terjadi sengketa, maka tidak bisa menggunakan pasal KUHP, ada mekanisme tersendiri," ujar Yosep Adi Prasetyo kepada Kompas.com, di Jakarta, Selasa (9/2/2016).
"Silakan gunakan hak jawab dan hak koreksi, kemudian dewan pers akan menilai," ujar pria yang akrab disapa Stanley itu.
Stanley menjelaskan, pada tanggal 19 Januari 2016, Dewan Pers telah menyurati Kapolri Badrodin Haiti dan ditembuskan ke Presiden Joko Widodo.
Dalam surat tersebut Dewan Pers berpendapat bahwa acara talkshow TV swasta nasional yang mengundang Erwin adalah produk jurnalistik yang dilindungi oleh Undang-Undang pers.
Para narasumber yang diundang dalam acara tersebut dipilih dan diketahui oleh pemimpin redaksi. Semua yang disampaikan melalui siaran TV pun sepenuhnya adalah tanggung jawab redaksi.
Menurut Stanley, ruang orang untuk berpendapat dan mengkritik di TV harus terbuka luas. Sesuai pasal 6 D UU Pers, seharusnya pemerintah melindungi orang yang melontarkan kritik.
"Kalau ada niat buruk dan proses pidana, seharusnya ke penanggungjawab media, bukan ke narasumber," ucapnya.
Kasus yang menimpa Erwin Natosmal Oemar berawal dari komentarnya sebagai narasumber dalam sebuah acara talkshow di salah satu stasiun televisi swasta nasional, tanggal 25 Agustus 2015.
(Baca: Erwin Natosmal Dilaporkan Menghina Polri, Ini Kronologinya)
Erwin mengatakan bahwa kepolisian adalah mesin kriminalisasi. Atas pendapat tersebut Erwin dilaporkan oleh Kapolri Badrodin Haiti karena dinilai menghina kepolisian.
(Baca: Cemarkan Institusi Polri, Erwin Natosmal Dilaporkan Kapolri ke Bareskrim)
Kemudian pada 30 Desember 2015, Erwin menerima surat yang dikirim oleh Bareskrim yang meminta Erwin menjadi saksi dalam dugaan penghinaan sebagai diatur pasal 207 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.