Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyidik Bareskrim Bantah Pernyataan Kuasa Hukum RJ Lino soal Audit BPK

Kompas.com - 29/01/2016, 07:59 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Subdirektorat Pencucian Uang di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes (Pol) Golkar Pangarso menyebutkan, pernyataan kuasa hukum Richard Joost Lino, Freidrich Yunadi, tidak tepat.

Yunadi mengatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melanggar kode etik karena telah dua kali mengaudit pengadaan 10 unit mobile crane di PT Pelindo II.

Audit pertama dan kedua tidak ditemukan kerugian negara. Golkar menjelaskan, audit BPK atas proyek PT Pelindo yang pertama adalah audit kinerja.

Pada audit itu, BPK memang tidak meneliti potensi kerugian negara. BPK hanya sebatas mengaudit apakah ada kesalahan prosedural dalam pengadaan atau tidak.

"Temuan BPK sebelumnya itu audit kinerja. Di dalam audit kinerja, ya cuma manajemen, akuntansi. Dalam audit itu pun ditemukan pelanggaran administrasi dan kinerja. Dia (BPK) memang enggak cari kerugian negara," ujar Golkar di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (28/1/2016) malam.

Perhitungan kerugian negara, lanjut Golkar, hanya bisa dihitung melalui audit kerugian negara. Metode audit berbeda dengan audit kinerja. Audit jenis itulah yang diminta penyidik Bareskrim Polri kepada BPK atas pengadaan 10 unit mobile crane di Pelindo usai audit kinerja dilakukan.

Selain soal kesalahpahaman audit kerugian negara dan audit kinerja oleh BPK, Golkar juga membantah pernyataan Yunadi yang menyebutkan bahwa kesepuluh unit mobile crane beroperasi maksimal seluruhnya.

"Menurut saksi ahli, dari sisi fungsi, tidak maksimal. Makanya saksi ahli berkesimpulan, proyek itu total lost selain karena proses pengadaan yang tak sesuai aturan," ujar dia.

Sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri telah menerima penghitungan kerugian negara (PKN) pengadaan 10 unit mobile crane oleh PT Pelindo II dari BPK, Senin (25/1/2016) lalu.

Hasil audit BPK menunjukkan, pengadaan itu merugikan negara puluhan milyar rupiah.

"Total kerugian negara atas pengadaan 10 unit mobile crane sebesar Rp 37.970.277.778," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes (Pol) Agung Setya saat dihubungi, Senin (25/1/2016) sore.

Namun, kuasa hukum Lino, Freidrich Yunadi menyebut, BPK melanggar kode etik. Sebab, BPK pernah mengaudit pengadaan mobile crane pada Februari 2015 yang lalu.

Pada audit sebelumnya, BPK tidak menemukan adanya kerugian negara.

"Kenapa kemudian diam-diam mengeluarkan kerugian negara yang dikatakan, kerugian negaranya Rp 37,9 miliar," ujar Yunadi.

Pihak Lino juga mempersoalkan penghitungan BPK yang menyebutkan total lost. Menurut Yunadi, bisa disimpulkan total lost jika proyek pengadaan itu seluruhnya tidak ada alias fiktif.

Namun, Yunadi mengklaim kesepuluh mobile crane itu beroperasi dengan baik hingga saat ini.

"Faktanya barang itu berfungsi, berjalan dan menghasilkan uang Rp 3,8 miliar selama satu tahun. Saya punya bukti rekamannya, itu seratus persen jalan?," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com