JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPP Golkar kubu Agung Laksono, Ace Hasan Syadzily, meminta Presiden Joko Widodo segera memberikan persetujuan kepada Kejaksaan Agung untuk memeriksa Setya Novanto.
Menurut Ace, langkah cekatan Jokowi untuk memberikan izin pemeriksaan terhadap mantan Ketua DPR itu penting untuk menunjukkan tidak ada diskriminasi dalam penegakan hukum.
"Presiden seharusnya menunjukkan bahwa tidak ada diskriminasi bagi siapa pun, termasuk anggota DPR yang diduga bersalah," kata Ace saat dihubungi, Senin (4/1/2015).
Ace mengharapkan, Presiden Jokowi bisa bersikap obyektif. Terlebih lagi, kasus yang menjerat Novanto ini berkaitan dengan pencatutan namanya. Selain itu, Ace juga meminta Kejagung tetap bekerja sesuai dengan prosedur.
"Terhadap siapa pun warga negara, apalagi ini anggota DPR, jika diduga melangar hukum, ya kita serahkan pada proses hukum," ujarnya.
Menurut dia, sebenarnya kasus Novanto tidak akan bertele-tele andai Mahkamah Kehormatan DPR menjatuhkan putusan bersalah kepada Wakil Ketua Umum Golkar kubu Aburizal Bakrie itu. (Baca: Jaksa Agung Pastikan Kejaksaan Akan Periksa Setya Novanto)
Sebab, 10 anggota MKD sudah menyatakan Novanto terbukti melanggar kode etik kategori sedang. Adapun tujuh anggota lainnya menyatakan Novanto melanggar kode etik kategori berat.
"Itu kan mengakui ada pelanggaran," ujarnya.
Kejagung saat ini tengah menyelidiki dugaan pemufakatan jahat terkait pertemuan antara Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Percakapan dalam pertemuan yang digelar di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, pada 8 Juli 2015 itu direkam oleh Maroef. Rekaman sudah diputar oleh MKD dan ponsel yang dipakai untuk merekam sudah diserahkan ke kejaksaan.
Dalam pertemuan itu, diduga ada permintaan saham PT Freeport Indonesia kepada Maroef dengan mencatut nama Jokowi-JK.
Sesuai dengan Pasal 245 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, pemeriksaan anggota Dewan yang terjerat kasus pidana harus berdasarkan persetujuan Presiden.
Adapun terkait dugaan pelanggaran etika dalam kasus tersebut, Mahkamah Kehormatan Dewan menutup pengusutan perkara Novanto tanpa putusan apa pun. (Baca: Gantung Kasus Setya Novanto, Semua Anggota MKD Digugat ke PN Jakpus)
Jokowi sempat meluapkan kemarahannya setelah membaca transkrip pembicaraan secara utuh pertemuan ketiganya. (Baca: Presiden Jokowi Sudah Menahan Amarah ke Setya Novanto sejak Pagi)
"Saya tidak apa-apa dikatakan Presiden gila! Presiden sarap, Presiden koppig, tidak apa-apa. Tetapi, kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Tidak bisa. Ini masalah kepatutan, kepantasan, moralitas. Itu masalah wibawa negara," kata Jokowi dengan nada tinggi ketika itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.