Fahri mengakui, pembentukan Pansus Freeport ini dimaksudkan untuk pertarungan.
"Siapa yang bikin ribut duluan? Ayo kita ribut sekalian sekarang," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/12/2015).
Mundurnya Novanto diawali dari laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan.
Sudirman melaporkan Novanto karena bersama pengusaha minyak Riza Chalid bertemu dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, 8 Juni 2015.
Dalam pertemuan itu, Maroef merekam pembicaraan dimana Novanto dan Riza diduga meminta 20 persen saham PT Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Setelah semua anggota MKD menyatakan Novanto bersalah dan melanggar kode etik, politisi Partai Golkar tersebut mengundurkan diri.
"Kemarin itu ributnya korbannya Novanto untuk mundur. Ayo kita ribut untuk rakyat. Jangan ribut untuk kursi orang. Itu cemen," ujar Fahri.
Fahri menilai, pembentukan Pansus Freeport ini sudah memiliki landasan awal, yakni surat Sudirman Said ke PT Freeport Mcmoran, 7 Oktober 2015.
Surat tersebut merupakan tanggapan atas permohonan perpanjangan operasi Freeport Indonesia.
Dalam suratnya, Sudirman mengatakan bahwa sambil melanjutkan proses penyelesaian aspek legal dan regulasi, pada dasarnya PT Freeport Indonesia dapat terus melanjutkan kegiatan operasinya sesuai dengan Kontrak Karya hingga 30 Desember 2021.
Menurut Fahri, surat itu melanggar karena berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, pembahasan mengenai perpanjangan kontrak Freeport baru bisa dibahas tahun 2019, dua tahun sebelum kontrak berakhir.
"Dengan surat itu, pemerintah seolah memberi sinyal untuk perpanjang. Itu tidak bisa. Tutup mulut dong sampai waktunya," kata dia.
Fahri mengatakan, saat ini angket Freeport yang dia pegang dan edarkan sudah ditandatangani sekitar 25 anggota DPR.
Namun, menurut dia, masih banyak draf angket yang diedarkan oleh anggota lain. Dia menargetkan angket ini ditandatangani 300 anggota DPR sebelum diusulkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.