Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Wajar Presiden Jokowi Marah..."

Kompas.com - 08/12/2015, 08:46 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito mengatakan, aparat penegak hukum seharusnya dapat menangkap sinyal yang diberikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait kasus dugaan pencatutan namanya.

Dalam kasus ini, Menteri EDSM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto kepada MKD sebagai pihak yang diduga mencatut Presiden dan Wapres dalam renegosiasi kontrak PT Freeport.

Novanto diduga menjanjikan kepada Freeport dapat membantu upaya renegoisasi perpanjangan kontrak perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.

"Sinyal dari Presiden dan Wapres ini menunjukkan kepada publik bahwa ini problem serius. Artinya sekarang, apapun keputusan MKD itu seharusnya direspon oleh aparat penegak hukum," kata Arie, kepada Kompas.com, Selasa (8/12/2015).

Presiden Jokowi sebelumnya marah setelah membaca secara utuh isi transkrip percakapan antara ketiga orang itu, yang sebelumnya dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menyarankan agar Novanto mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR.

Arie menambahkan, jika dilihat secara substansi, kasus ini tak lagi sebatas dugaan pelanggaran kode etik sebagaimana laporan Sudirman.

Melainkan harus dilihat dari kacamata hukum. Sebab, ada dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden di dalamnya.

"Wajar dalam hal ini Presiden marah, dimana dalam situasi ini namanya dicatut. Seharusnya tidak hanya respons secara politik yang diberikan, tetapi juga respons hukum," kata dia.

Arie mengatakan, di tengah sorotan publik, MKD seharusnya dapat mengambil langkah bijak sebelum memutuskan kasus ini.

Pada dua persidangan sebelumnya, ia menuturkan, MKD sebenarnya telah mengirimkan sinyal positif ke publik, ketika meminta persetujuan kepada Maroef dan Sudirman, untuk menggelar persidangan terbuka.

Sidang pun akhirnya dilaksanakan secara terbuka. Namun, ketika meminta keterangan Novanto, Senin (7/12/2015) kemarin, hal tersebut tidak dilakukan.

Sidang berlangsung secara tertutup selama empat jam. Dalam kesempatan itu, Novanto membacakan nota pembelaan 12 halaman di hadapan sidang yang dipimpin Kahar Muzakir.

"Sekarang kondisinya tinggal seperti ini, mau menyelamatkan Parlemen apa menyelamatkan Novanto. Maka itu, seruan agar Novanto mundur ditindaklanjuti dan proses pengambilan keputusan dilakukan terbuka," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com