Terdapat ketidaksesuaian data antara daftar pemilih sementara (DPS) dengan daftar pemilih tetap (DPT) pada 30 persen dari 269 daerah yang menyelenggarakan pilkada.
Menurut Masykurudin, terdapat sejumlah daerah yang kenaikan data pemilihnya sangat tinggi hingga 24 persen dan ada yang penurunannya sangat rendah hingga 14 persen dalam kurun waktu satu bulan.
"Paling rawan di Indonesia timur. Ada juga di Nias Selatan, Mahakam Hulu, termasuk inkonsistensi (data) nya tinggi," ujar Masykurudin di Jakarta, Sabtu (5/12/2015).
Menurut Masykurudin, jika kenaikan data pemilih sangat tinggi, ada potensi memunculkan manipulasi suara. Namun jika data pemilih menurun sangat rendah maka ada potensi penghilangan hak pilih.
"DPT ini bisa memunculkan mobilisasi dari pasangan calon tim sukses atau pihak manapun yang akan menggunakan DPT tersebut," kata dia.
Masykurudin menambahkan dengan penetapan tanggal penyelenggaraan pilkada serentak, 9 Desember 2015, sebagai hari libur nasional, potensi mobilisasi pemilih menjadi cukup tinggi.
Ketika DPT tidak akurat, kata Masykurudin, akan muncul surat undangan berlebih yang kemudian berpotensi digunakan oleh orang yang tidak berhak dengan memobilisasi pemilih yang sedang libur.
"Di hari libur, semua orang dapat bergerak ke wilayah pilkada. Terutama di daerah-daerah yang tidak terlalu ramai, perbatasan-perbatasan," tutur Masykurudin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.