Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto Merasa Diperas dengan Adanya Rekaman dan Transkrip

Kompas.com - 18/11/2015, 22:47 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPR Setya Novanto merasa diperas dalam polemik pencatutan nama Presiden dan Wapres untuk menjamin kelancaran renegosiasi kontrak PT Freeport.

Sebab, pertemuannya dengan pengusaha minyak Reza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin direkam dan dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said.

Dalam pertemuan itu, Novanto bersama Reza diduga meminta saham ke PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Saya merasa ini kayak blackmail, juga begitu, diedar-edarkan," kata Novanto saat ditemui di kediamannya, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/11/2015) malam.

"Saya begini juga Ketua DPR, kok sampai tega mem-blackmail begitu," ujarnya.

Novanto menegaskan, awalnya Maroef-lah yang menemui dia di DPR. Menurut dia, Maroef meminta jaminan agar kontrak PT Freeport bisa diperpanjang sampai 2041.

Setelah itu, PT Freeport bersedia membangun smelter. Namun, smelter itu bukan di Papua, melainkan di Gresik. Pertemuan kemudian berlangsung sekali lagi dengan pembahasan yang sama.

Dalam pertemuan ketiga pada 16 Juni 2015 di kawasan Pacific Place, Novanto akhirnya mengajak Reza karena curiga dengan maksud PT Freeport. Saat itulah pertemuan direkam.

"Saya enggak mengerti juga apa motif dan tujuannya mem-blackmail seperti itu," ujar Novanto.

Novanto menegaskan, transkrip pembicaraan dari hasil rekaman pertemuan yang kini banyak beredar di media sosial tidak utuh. (Baca: Setya Novanto: Transkrip yang Beredar Tidak Utuh)

Novanto hanya menegaskan bahwa tidak pernah ada percakapan yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla seperti yang dituduhkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said.

Selain itu, menurut dia, tidak pernah ada pula permintaan saham atas nama Jokowi-JK baik dari dia maupun Reza.

Kendati demikian, Novanto tidak menjawab dengan tegas saat ditanya apakah akan membawa masalah ini ke jalur hukum.

"Ya, yang jelas saya sudah menyerahkan semuanya kepada pihak yang saya percaya untuk menindaklanjuti, melihat substansinya apa?" tutur Novanto.

"Tapi, saya menyerahkan kepada publik untuk menilai masalah ini. Tidak mungkin saya mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden," ucapnya.

Dalam laporannya ke MKD, Senin (16/11/2015), Sudirman menyebut Setya Novanto bersama pengusaha minyak Reza Chalid menemui bos PT Freeport sebanyak tiga kali.

Pada pertemuan ketiga 6 Juni 2015, Novanto meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Novanto juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika, dan meminta PT Freeport menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dalam proyek tersebut.

Sudirman turut menyampaikan bukti berupa rekaman dan transkrip pembicaraan antara Novanto, pengusaha, dan petinggi PT Freeport. (Baca juga: Menteri ESDM Serahkan Rekaman Pencatut Nama Presiden ke MKD

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com