Menurut Ray, diloloskannya calon kepala daerah tersebut berimplikasi buruk bagi Pilkada mendatang.
“Karena apa yang terjadi saat ini akan menjadi acuan di masa mendatang di mana orang yang terjerat hukum dan bebas bersyarat tidak boleh ikut Pilkada, namun diperbolehkan mengikuti Pilkada. Ini akan jadi contoh buruk,” ujar Ray, dalam konferensi pers di Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Jumat (13/11/2015).
Jika KPU tidak menggubris persoalan itu, lanjut Ray, akan muncul gejolak sosial di dua daerah tersebut. Protes dari orang-orang yang dinyatakan tidak lolos oleh KPUD bisa jadi akan mengganggu proses Pilkada.
“Ya mereka yang sudah gugur duluan pasti protes, saya digugurkan tapi dia yang sama-sama tidak memenuhi syarat tapi kok diloloskan,” ujar Ray.
Apalagi, Bawaslu setempat dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sudah mengeluarkan keputusan bahwa terpidana yang sudah atau dalam tahap pembebasan bersyarat tetap tidak diperbolehkan ikut Pilkada.
“Mestinya KPU memberikan rasa hormatnya kepada kedua lembaga ini. Dengan demikian, yang kita harap soal Pilkada taat hukum bukan hanya dilakukan peserta, namun juga penyelenggara,” ujar Ray.
Sebelumnya, Koalisi Pilkada Bersih menemukan ada terpidana bebas bersyarat yang menjadi calon kepala daerah di dua Pilkada yakni Pilkada Kota Manado, Sulawesi Utara dan Kabupaten Boven Digoel, Papua. Koalisi sudah mengadu ke Bawaslu dan KPU, namun hingga saat ini belum ada keputusan KPU.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.