Founding Fathers House (FFH) mengambil sampel di Lamongan dan Mojokerto, Jawa Timur, sebagai daerah yang dianggap representatif terhadap pelaksanaan pilkada serentak.
Survei dilakukan pada tanggal 12-29 Oktober 2015 di 25 kecamatan di Kabupaten Lamongan dan tanggal 14 September-14 Oktober 2015 di 18 kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Total sampel yang diambil dari kedua kabupaten itu adalah 800 responden dengan metode multistage random sampling.
Hasilnya, mayoritas responden menyatakan akan siap menerima uang apabila ditawarkan oleh kandidat atau tim kampanye kandidat. "Ini adalah masalah dalam demokrasi kita," kata peneliti senior FFH, Dian Permata, dalam jumpa pers di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kamis (5/11/2015).
Di Mojokerto, sebanyak 68,4 persen menerima politik uang, 18,8 persen menolak, dan 12,8 persen tidak tahu atau tidak menjawab. Sementara itu, di Lamongan, sebanyak 60,5 persen menerima, 21 persen menolak, dan 18,5 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Adapun margin of error pada survei itu adalah 4,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Panwaslu pasif
Dian juga menemukan beberapa berita surat kabar daerah di Mojokerto yang sudah memberitakan praktik politik uang calon kepala daerahnya secara terang-terangan. Salah satu berita yang ia temukan berjudul "Kades Berubah Jadi Mesin Politik".
"Ini ada di salah satu koran daerah di Mojokerto. Sudah masuk media massa," ujar dia.
Namun, Panitia Pengawas Pemilu di daerah terlihat pasif meski sudah banyak kasus politik uang ditemukan.
Oleh karena itu, ia meminta agar Bawaslu dan Panwaslu harus lebih jeli dan teliti dalam memantau pelaksanaan pilkada serentak.
"Banyak ditemukan pelanggaran secara nyata, tetapi pertanyaannya kok oleh Bawaslu tidak ketemu. Apakah yang melaporkannya tidak ada," tutur Dian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.