JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan mengakui bahwa pemerintah salah dalam memprediksi dampak El Nino, yang menyebabkan musim hujan datang terlambat.
Ia menyebutkan, pemerintah tidak menyangka jika dampak El Nino tahun ini lebih dahsyat dari 1997. Akibatnya, pemerintah kesulitan mengatasi kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah.
"Kita akui ramalan kami keliru dan buahnya kita kerjakan sekarang," kata Luhut di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (28/10/2015).
Meski demikian, kata Luhut, pemerintah tetap bekerja keras memadamkan kebakaran dan mengevakuasi warga berdasarkan skala prioritas.
Ia menegaskan bahwa evakuasi terhadap anak-anak di daerah terdampak kabut asap sudah dilakukan oleh seluruh kementerian terkait.
Luhut juga meminta seluruh kepala daerah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk segera membuat hujan buatan ketika awan menyediakan peluang.
Luhut yakin bahwa titik api akan berkurang signifikan jika dalam 4 hari ini terdapat banyak awan yang memungkinkan digunakan untuk memancing hujan.
"Sekarang kita hentikan sebanyak mungkin kebakaran ini. Semua peluang awan hujan, langsung kita attack untuk hujan buatan. Operasi udara tidak akan berhenti, water bombing terus dilakukan," kata dia.
Di lokasi yang sama, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pemadaman hutan menghadapi kendala karena besarnya api.
Tim pemadam juga menghadapi keterbatasan pesawat untuk melakukan water bombing.
"Karena pesawat yang ada hanya 31 unit, helikopter dan pesawat untuk water bombing," kata Sutopo.
Sutopo mengambil contoh pada kebakaran hutan di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Kebakaran di sana tidak hanya melumat lahan gambut, tetapi juga pohon-pohon akasia yang tinggi dan menyebabkan kabut asap sampai mengepung Jambi dan Riau.
"Apinya besar, tidak mungkin dimatikan. Kita cuma bisa melambatkan. Lahan gambut yang terbakar bukan cuma permukaan, tapi sampai 5 meter ke bawahnya," ucap Sutopo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.