Jaksa Agung berlatar belakang politisi dikhawatirkan lebih loyal kepada partai pengusungnya dibandingkan dengan penegakan hukum itu sendiri.
"Ini sangat berbahaya. Bayangkan saja kalau Panglima TNI, Polri, dari partai politik. Begitu juga kalau seorang Jaksa Agung dari parpol," kata pengamat hukum Agung Chairul Imam di Jakarta, Sabtu (24/10/2015).
Chairul mengatakan, memang Jaksa Agung yang sekarang, HM Prasetyo, bekas jaksa. Dia tahu betul anatomi Kejaksaan.
"Tetapi, Prasetyo adalah kader parpol. Yang ada, dia berpikir, enggak bakal saya jadi Jaksa Agung tanpa partai. Loyalitasnya bisa lebih kepada parpol," kata Chairul.
Menurut Chairul, Presiden Joko Widodo salah langkah jika menentukan Jaksa Agung seperti menunjuk seorang menteri. Padahal, jabatan menteri dan Jaksa Agung berbeda satu sama lain.
Jaksa Agung adalah pejabat yang gerakannya terkait teknis, sementara menteri merupakan pejabat yang langkahnya bersifat politis.
"Sedangkan Jaksa Agung, Polri, TNI, geraknya itu teknis, bukan politis," kata Chairul.
Atas dasar langkahnya yang lebih bersifat teknis itu, maka Chairul menilai, lebih baik jika posisi Jaksa Agung diisi jaksa-jaksa karir.
"Karena dia sudah mengetahui selain siapa personel Kejaksaan yang setan, malaikat, dia sudah tahu. Jaksa Agung the only decision maker di institusi Kejaksaan."
"Kalau menteri kan yang politic decision maker-nya menteri, teknisnya dirjen," sambung Chairul.
Mendukung ucapan Chairul, koordinator Divisi Korupsi Politik Donal Fariz berpendapat, kasus dugaan korupsi yang menjerat politikus Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, mengkonfirmasi kritik terhadap Presiden Joko Widodo yang mengangkat jaksa agung dari kalangan politikus.
Jaksa Agung HM Prasetyo yang juga politikus Partai Nasdem itu tengah dikait-kaitkan dengan kasus yang menjerat Patrice.
Kasus ini bermula dari pengusutan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sumut dan Kejaksaan Agung terhadap Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pudjo dalam perkara dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos).
Gatot dan istrinya lalu meminta bantuan Rio Capella dan pengacara yang juga mantan Ketua Mahkamah Partai Nasdem, Otto Cornelis Kaligis.