JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Muhnur Satyahaprabu menduga kepolisian mencoba untuk 'mengkerdilkan' kasus tambang pasir ilegal di Lumajang, Jawa Timur. Muhnur menganggap, polisi seolah-olah menjadikan kasus ini seperti kasus yang biasa saja.
"Indikator pertama adalah, sampai sekarang, aktor intelektual dalam kasus ini menurut polisi adalah Kepala Desa Selok Awar-Awar, baru itu saja," ujar Muhnur di Sekretariat Walhi, Jalan Tegal Parang Utara, Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (16/10/2015).
Padahal, lanjut Muhnur, temuan Walhi sebelumnya menunjukan bahwa ada banyak aktor intelektual dalam wujud korporasi, birokrat pemerintah kabupaten dan DPRD-nya hingga aparat penegak hukum di balik aktivitas tambang ilegal tersebut. Ironisnya, polisi tidak pernah menjadikan oknum-oknum tersebut ke daftar pihak yang diperiksa.
"Malah hanya tiga oknum Polsek yang jadi terperiksa. Mereka itu hanya operatornya saja. Ini menunjukan skenario polisi menggunakan strukturnya di mana struktur paling rendah itu yang dikorbankan atau yang menjadi tumbal," lanjut dia.
Munhur mengatakan, setidaknya oknum di Polres dan Polda turut diperiksa terlebih dulu sebelum memeriksa korporasi dan birokrat. Pemeriksaan tersebut bisa dijadikan pintu masuk mengusut keterlibatan korporasi dan birokrat yang menjadi auktor intelektual keberadaan tambang pasir besi kualitas wahid di Lumajang tersebut.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menduga, ada upaya pembiaran yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dan aparat kepolisian setempat atas kegiatan penambangan pasir di kawasan tersebut. Hal itu diketahui setelah Komisi III melakukan pengecekan langsung di wilayah itu pada Jumat (2/10/2015) lalu.
"Izin penambangan pasir enggak pernah ada. Pemda dan polisi cenderung membiarkan penambangan pasir tanpa izin yang dilakukan Kepala Desa Haryono," kata Masinton kepada Kompas.com, Senin (5/10/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.