JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Komisi I DPR Mahfudz Sidiq mengkritik langkah pemerintah, yang menurunkan anggaran untuk TNI dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (R-APBN) Tahun 2016 menjadi sebesar Rp 95,91 triliun.
Mahfudz mengatakan, anggaran tersebut turun sebanyak Rp 7 triliun dari R-APBN 2015 yang sebesar Rp 102,238 triliun. Menurut dia, penurunan anggaran itu bertentangan dengan cita-cita pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
"Apalagi Presiden menginginkan TNI menjadi kekuatan militer maritim yang tangguh di kawasan. Maka, menjadi aneh jika anggaran TNI justru semakin turun dibanding tahun sebelumnya," ujar Mahfudz dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/10/2015).
Selain itu, Mahfudz menyebutkan bahwa kelemahan regulasi dalam pelaksanaan fungsi selain perang yang terus diabaikan serta kesejahteraan prajurit TNI yang tidak dipandang sebagai prioritas semakin menambah inkonsistensi pemerintah dalam memperkuat TNI. Mahfudz mendesak Presiden Jokowi untuk bisa menentukan rancangan kebijakan yang tepat dalam agenda penguatan TNI.
"Jika tidak, maka peringatan 70 tahun TNI dan amanat Presiden Joko Widodo lagi-lagi hanya sebatas seremoni," katanya.
Lebih lanjut, Politisi Partai Keadilan Sejahtera tersebut menuturkan bahwa negara perlu memperkuat TNI sebab kini muncul beragam macam tantangan baru yang semakin kompleks dan mengancam pertahanan dan keamanan NKRI. Setidaknya, ada empat persoalan yang menanti TNI untuk segera diselesaikan. (Baca Empat Tantangan Besar bagi TNI pada Usia Ke-70)
Penambahan anggaran
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, awal September 2015, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan perlunya penambahan anggaran TNI sebesar Rp 35 triliun pada 2016. Penambahan tersebut tetap diajukan meskipun anggaran keamanan dan pertahanan tahun 2016 mengalami penurunan sebesar Rp 7 trilun. (Baca TNI Minta Tambahan Anggaran Rp 35 Triliun)
"Tahun 2016 ini, dari TNI minta tambahan sekitar Rp 35 triliun. Kenapa segitu? Karena ada beberapa hal yang waktu perencanaan 2014 lalu belum terakomodasi dan harus diajukan kembali," kata Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR di DPR, Jakarta, Senin (7/9/2015).
Gatot mengatakan, penambahan anggaran tersebut diperlukan dalam melakukan penyesuaian terhadap perbedaan kurs rupiah saat ini yang cenderung melemah serta terbitnya Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2015 tentang belanja pegawai dan tunjangan kinerja.
"Asumsi anggaran sekarang ini kan Rp 12.500, sekarang Rp 14.000 lebih, kan berapa persen tuh naiknya. Kemudian ada Keppres Nomor 87 soal tunjangan kerja dinaikkan," kata dia.
Ia mengatakan pengurangan anggaran sebenarnya sudah dilakukan oleh setiap satuan di tubuh TNI. Namun, skala prioritas yang diinginkan pemerintah saat ini menitikberatkan pada menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia membuat TNI perlu melakukan penambahan anggaran.
"Dari AU misalnya, perlu ada radar untuk deteksi udara dan perlu ada pesawat tempur Sukhoi setelah SU 35, kemudian pesawat angkut , lalu AL perlu ada frigate, kapal selam kelas Kilo, radar juga. Hal-hal ini yang perlu jadi prioritas karena dengan poros maritim, kita perlu keunggulan laut dan keunggulan udara," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.