JAKARTA, KOMPAS.com — Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firmansyah TG Satya ditantang oleh anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Yenti Garnasih, untuk berani membongkar kasus surat keterangan lunas bantuan likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Tantangan itu dilontarkan Yenti saat Firman mengikuti wawancara akhir calon pimpinan KPK dengan kapasitasnya sebagai mantan Kepala Bagian Perencanaan Bisnis dan Monitoring Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Soal BLBI, berani bongkar itu?" ucap Yenti. "Karena saya belum menangani masalah itu. Ya kita review lagi," timpal Firman.
Menurut Firman, penerbitan SKL BLBI kental dengan nuansa politik. Oleh sebab itu, ia ingin penanganan kasusnya dilakukan dengan hati-hati dan melibatkan lembaga penegak hukum lainnya serta DPR RI.
"Kita review dulu, kita lihat apa yang kurang, apa yang harus dibenahi," ucap Firman.
Yenti tampak tidak puas dengan jawaban Firman. Ia lalu kembali bertanya mengenai langkah Firman menangani perkara korupsi yang dibebaskan meski terbukti menimbulkan kerugian negara.
"Kalau opini BPK (seperti) itu, kita lanjut. Tapi, kalau BPK bilang itu sudah final, ya sudah," ucap Firman.
Lagi-lagi, Yenti mengungkapkan ketidakpuasannya. Ia pun memberikan usul agar Firman menempuh gugatan perdata jika KPK menghadapi kasus seperti itu.
"Saya kasih bocoran, gugat perdata. Itu ada di Undang-Undang KPK, itu titipan saya," kata Yenti.
Wakil Ketua non-aktif KPK Bambang Widjojanto sebelumnya mengatakan, pemeriksaan sejumlah pihak terkait penyelidikan BLBI oleh KPK masih akan terus berlanjut. Menurut Bambang, KPK masih banyak membutuhkan informasi untuk menyelesaikan penyelidikan itu.
"Pemeriksaan pemberi keterangan masih akan terus dilanjutkan. Karena setelah ekspos terakhir, dirasa perlu menambah informasi lain," ujar Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/1/2015).
KPK menduga ada masalah dalam proses penerbitan SKL kepada sejumlah obligor tersebut. SKL memberikan jaminan kepastian hukum kepada debitur yang dikategorikan telah menyelesaikan kewajiban dan tindakan hukum kepada debitur yang tak menyelesaikan kewajiban berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham.
SKL ini dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, dengan Presiden pada saat itu adalah Megawati Soekarnoputri. Penerbitan SKL ini lebih dikenal luas dengan kebijakan release and discharge berdasarkan instruksi Presiden. Beberapa nama konglomerat ada dalam daftar penerima SKL BLBI, antara lain Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.