"Presiden menekankan jangan kebijakan itu dibawa menjadi pidana. Perdata juga jangan dipidanakan sehingga ada trust," ujar Luhut, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/8/2015).
Menurut Luhut, ia bertugas untuk memastikan agar investor mendapatkan rasa aman. Pasal-pasal yang dianggap multitafsir dan bisa menyeret proses pengambilan kebijakan perlu direvisi. Luhut tak menyebutkan secara rinci peraturan apa yang akan direvisi.
"Tidak melonggarkan atau memberi pengampunan atas masalah korupsi tetapi ingin masalah kata-kata merugikan negara, kata-kata korupsi itu jangan dibikin pasal karet tapi betul jelas," kata Luhut.
Dia mencontohkan, jika ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merugi sering kali disebut menimbulkan kerugian negara. Hal ini membuat banyak pejabat ketakutan dalam proses pelaksanaannya.
"Dalam kondisi sekarang ini kita tidak main-main. Kita serius mengatasi masalah ini jangan mencari-cari salah. Kalau salah saya katakan pasti ada salahnya tapi salah itu jangan salah yang dicari-cari," kata Luhut.
Saat membuka sidang kabinet paripurna pada hari ini, Presiden Jokowi meminta para menteri untuk bisa menyerap anggaran secepatnya. Pasalnya, hingga bulan Agustus 2015, tingkat penyerapan anggaran sebesar 50 persen dari total belanja negara dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1.984 triliun. Namun, belanja modal yang baru terserap sebesar 20 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.