Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jampidsus: Enggak Ada Wewenang Gatot "Ngatur-ngatur"...

Kompas.com - 07/08/2015, 18:57 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Widyo Pramono menegaskan, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho tidak dapat mengatur-ngatur siapa yang menangani kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial.

"Enggak ada wewenang Gatot ngatur-ngatur seperti itu. Yang berhak adalah Jampidsus dan penyidik yang menangani perkara ini," ujar Widyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (7/8/2015).

Permintaan pelimpahan penanganan kasus dari Kejagung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu dilontarkan kuasa hukum Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, Razman Nasution.

Soal tudingan ada motif politis di balik kasus ini, Widyo membantahnya. "Enggak ada urusan politik dicampuradukkan dengan masalah hukum. Enggak ada urusan. Hukum is hukum. Politik bukan urusan saya, oke?" kata Widyo.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung belum menetapkan tersangka. Sejauh ini, ada 17 orang saksi yang diperiksa, antara lain Wakil Gubernur Sumut Tengku Erri Nuradi dan sejumlah pejabat strategis di Pemprov Sumut.

"Soal tersangka, pasti akan mengarah ke situ karena ini sudah penyidikan. Tunggu saatnya saja Satgasus menyimpulkan hasil penyidikan yang ada," ujar dia.

Pihak Gatot menilai, pelimpahan itu harus dilakukan karena ada unsur politis jika perkara itu ditangani kejaksaan.

"Wagub Sumut itu kan Ketua DPW Partai Nasdem. Tentu ada hubungannya dengan Gubernur toh? Jaksa Agung kan mantan kader Partai Nasdem. Jadi, ini erat kaitannya," ujar Razman saat dihubungi, Rabu (5/8/2015).

Kasus dugaan korupsi dana bansos tahun anggaran 2011-2013 berawal dari penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada tahun 2014 lalu. Penyelidikan itu "dipotong" oleh tim hukum Pemprov Sumatera Utara. Mereka menggugat Kejati Sumut ke PTUN atas dasar surat perintah penyelidikan yang dikeluarkan Kejati Sumut atas perkara dugaan korupsi dana bansos itu.

Putusan PTUN keluar pada tahun 2015 ketika hakim memenangi Pemprov Sumut. Rupanya, KPK membongkar adanya tindak pidana suap dalam proses putusan PTUN itu. KPK menduga pengacara Pemprov Sumut menyuap tiga hakim PTUN.

Sejak saat itu, Satgasus Kejaksaan Agung langsung mengambil alih pengusutan perkara korupsi bansos tersebut.

Dalam perkara yang diusut KPK sendiri, sudah delapan orang telah ditetapkan tersangka, yakni Gatot, istri Gatot bernama Evy Susanti, kuasa hukum Pemprov Sumut Yagari Bhastara dan koordinator perusahaan jasa konsultan hukum Yagari, OC Kaligis. Tiga hakim PTUN pun tak lolos dari jerat tersangka, yakni Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, hakim Amir Fauzi, hakim Dermawan Ginting, serta Panitera Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Anggota DPR-nya Minta 'Money Politics' Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Anggota DPR-nya Minta "Money Politics" Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com