JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta warga sekitar lokasi Waduk Jatiegede, Subang, Jawa Barat untuk tidak mengkhawatirkan rencana penggenangan waduk. Kalla menjamin pemerintah akan memberikan ganti rugi yang sesuai dengan undang-undang.
"Pemerintah tidak akan merugikan masyarakat, akan dianggarkan dengan dana yang cukup di APBN, jangan khawatir," kata Kalla di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Rabu (29/7/2015).
Menurut Wapres, pembangunan Waduk Jatigede diperlukan agar masyarakaat sekitar tidak kekeringan. Diingatkannya, harus ada waduk untuk mendukung kegiatan pertanian di daerah tersebut.
"Justru supaya jangan kekeringan, harus ada waduk. Karena kekeringan, kita butuh waduk, bukan karena kekeringan kita tidak butuh waduk, terbalik itu," ujar Kalla.
Belum tuntas
Puluhan ribu warga yang tinggal di 32 desa di sekitar Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, kini resah dan bingung menghadapi rencana penggenangan waduk itu 1 Agustus 2015. Selain proses ganti rugi belum tuntas, warga juga bingung mau pindah ke mana karena belum jelasnya rencana relokasi terhadap perkampungan mereka.
Berdasarkan daftar yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, terdapat 11.469 keluarga dari 28 desa di lima kecamatan yang berhak menerima santunan.
Penduduk yang berhak menerima santunan dibagi lagi menjadi dua kategori. Pertama ialah penduduk yang telah menerima pembayaran uang pembebasan lahan, tetapi masih tinggal di daerah genangan. Kedua, penduduk baru yang tinggal di daerah genangan dan belum menerima uang pembebasan lahan.
Besaran uang ganti rugi untuk kelompok pertama Rp 122 juta, sedangkan untuk kelompok kedua Rp 29 juta. Banyak warga merasa dirugikan karena uang santunan dirasa terlalu sedikit dan tidak mencukupi untuk membangun rumah di daerah baru.
Ketua Komunitas Keuyeup Bodas Jatigede Wawan Setiawan dalam pemberitaan Kompas (13/7/2015) menyampaikan bahwa konflik agraria di wilayah rencana Waduk Jatigede mulai muncul 1981. Konflik itu terjadi akibat proses ganti rugi yang dimanipulasi dan janji relokasi yang tidak pasti.
Proses ganti rugi saat itu menggunakan landasan hukum Surat Ketetapan Dirjen Bina Marga. Namun, saat surat itu belum ditetapkan, proses ganti rugi sudah berjalan menggunakan SK Bupati Sumedang.
Dalam SK Bupati disebutkan, nilai penggantian Rp 5.170 per meter persegi, tetapi warga hanya menerima Rp 400 per meter persegi. Akibat proses ganti rugi yang direkayasa itu, seluas 2.000 hektar lahan di 12 desa hingga kini belum terganti secara penuh. Malah ada tanah yang tidak menerima ganti rugi sama sekali sehingga sampai sekarang tidak ada pelepasan kepemilikan lahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.