PEJAGAN, KOMPAS.com — Tanah seluas 721 meter persegi dan empat bangunan di atasnya dengan status kepemilikan sertifikat hak milik (SHM) menjadi pembicaraan panas selama setahun terakhir. Betapa tidak, karena tanah dan properti yang masih berdiri tegak itulah, pembangunan Tol Pejagan-Brebes Timur yang dibangun PT Waskita Toll Road menjadi terhambat.
Aset tanah dan properti tersebut diketahui milik Darsiti binti Umar. Siapa dia?
Darsiti merupakan perempuan pebisnis yang energetik dan penuh perhitungan matang. Saat ditemui Kompas.com pada Senin (13/7/2015), Darsiti tengah menjaga dua kiosnya di Desa Rancawulu, Kecamatan Bulakamba, Brebes Timur, Kabupaten Brebes.
Satu kios dia gunakan sebagai toko kelontong dengan berbagai macam barang konsumsi yang dijajakan, termasuk sembilan bahan kebutuhan pokok, peralatan rumah tangga, dan juga barang-barang penunjang aktivitas pertanian dan peternakan.
Sementara itu, kios lainnya dia manfaatkan sebagai toko material bahan bangunan yang menyediakan seng, saniter, keramik, kaca, paku, dan sebagainya.
"Saya ini pengusaha. Saya tahu hitung-hitungan nilai tanah dan bangunan. Jadi, kalau tanah dan rumah saya mau digusur, pemerintah harus mau bayar ganti rugi sesuai tawaran saya," ujar Darsiti. (Baca: Waskita Optimistis Tol Pejagan-Brebes Timur Kelar Agustus 2016)
Darsiti bercerita dengan semangat. Pada sembilan tahun lalu atau 2006, dia ditawari oleh Sularto, staf pembebasan tanah dari Pemerintah Kabupaten Brebes, untuk melepas tanahnya senilai Rp 150.000 per meter persegi.
"Itu pertemuan pertama staf Pemkab Brebes dengan warga Rancawulu. Tapi, saya tidak mau dengan tawaran itu karena terlalu murah. Padahal, tanah saya ada di pinggir jalan," kata Darsiti.
Gagal mencapai kesepakatan pada pertemuan pertama, pertemuan kedua pun digelar. Namun, Darsiti tak kunjung mau melepas lahannya karena harga penawaran dari Sularto dinilai terlalu rendah, yakni Rp 165.000 per meter persegi, hingga pertemuan terakhir naik menjadi Rp 595.000 per meter persegi.
Meski penawaran terus naik, nilainya masih di bawah harga yang dipatok Darsiti, yakni Rp 1,5 juta per meter persegi. Dengan memperhitungkan kenaikan nilai komersial pasca-penggarapan Tol Pejagan-Brebes Timur, Darsiti pun meningkatkan penawaran menjadi Rp 2 juta per meter persegi.
Sementara itu, dari penghasilan sebagai pengusaha material bangunan saja, ibu empat anak yang cekatan ini bisa meraup omzet Rp 300.000 per hari atau Rp 9 juta per bulan. Kalau dihitung selama setahun, Darsiti mampu mendulang omzet senilai Rp 108 juta.
"Karena itu, sampai saat ini, saya tetap mempertahankan tanah dan bangunan di atasnya. Saya punya komitmen dan konsisten mempertahankan harga segitu. Kalau mau, silakan diambil, kalau tidak, ya monggo. Saya masih punya usaha kok. Silakan saja melewati rumah saya," kata Darsiti.
Berbatasan beton
Dalam pantauan Kompas.com, tanah dan rumah Darsiti sudah dikelilingi jalan yang sudah diperkeras. Bahkan, di sebelah timur rumah Darsiti, telah berdiri beton penyangga jembatan Tol Pejagan-Brebes Timur.
Terhadap hal ini, Darsiti pun tak mau ambil pusing. Menurut dia, silakan saja PT Waskita Toll Road membangun, tetapi dia tetap tidak akan melepaskan haknya begitu saja.
"Sampai saat ini, saya belum mengubah pendirian sejak sembilan tahun lalu, yakni Rp 1,5 juta per meter persegi. Saya tak mau muluk-muluk. Saya ingin hak saya dihargai karena tanah dan bangunannya masing-masing sudah dilengkapi SHM," ujar Darsiti.
Berikut video perjalanan Tim Kompas.com menyusuri tol darurat Pejagan-Brebes:
Berikut video mengenai Darsiti yang masih bersikeras mempertahankan tanahnya.