Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK soal "Dinasti Politik" Berpotensi "Dibajak" Politisi Lokal

Kompas.com - 13/07/2015, 09:35 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi Kawal Pilkada Langsung menyayangkan pengabulan uji materi Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Koalisi yang terdiri dari aktivis antikorupsi itu yakin putusan itu akan "dibajak" pihak tidak bertanggung jawab.

Almas Sjafrina dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, putusan MK itu membuat batasan dan pengawasan praktik "politik dinasti" tidak dapat berjalan lagi. Proses pencalonan kepala daerah pun akan kembali ke era sebelum saat ini, ketika jabatan kepala daerah sangat mungkin dipegang oleh satu keluarga selama beberapa periode.

"Ini membuka kembali praktik dinasti politik. Ini berpotensi 'pembajakan' demokrasi daerah oleh politisi atau elite lokal," ujar Almas melalui siaran persnya, Senin (13/7/2015).

Artinya, kepala daerah petahana akan terus mengupayakan "status quo" dengan memajukan anggota keluarganya dalam pilkada. Jika sudah demikian, maka peluang melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sangat memungkinkan.

Situasi ini pun, lanjut Almas, lebih berpotensi terjadi di daerah-daerah ketimbang di kota-kota besar.

Ray Rangkuti, pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima), menambahkan, seharusnya MK memasukkan situasi yang terjadi di Banten, Bangkalan, dan Tanah Laut dalam mempertimbangkan putusan itu. Ketiga daerah itu, menurut Ray, merupakan contoh bagaimana "politik dinasti" berefek pada praktik KKN.

"Yang ada di tiga daerah itu menunjukkan praktik politik dinasti di daerah berpotensi memunculkan praktik korupsi. Hal inilah yang kemudian tidak dipertimbangkan oleh MK dalam memutus permohonan," ujar Ray.

Selain itu, Heroik Muttaqin dari Perludem berpendapat, pascaputusan MK, perlu dibangun sistem pengawasan pencalonan kepala daerah yang lebih detail serta melibatkan banyak lembaga yang terkait dengan pengawasan pemilu, birokrasi, dan pelayanan publik.

Salah satu poin aturan yang dibutuhkan adalah membatasi gerak petahana untuk turut campur di dalam pencalonan keluarganya.

"Misalnya, melarang petahana memobilisasi birokrasi untuk kepentingan pemilukada anggota keluarganya. Ini yang harus diawasi ketat pengawas pemilu, termasuk Komisi Aparatur Sipil Negara," ujar Mutaqin.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dengan demikian, calon kepala daerah yang berasal dari keluarga petahana atau incumbent dibolehkan maju sebagai kepala daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com