Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Panggil Pimpinan KPK dalam Sidang Sutan, Ini Komentar Adnan Pandu

Kompas.com - 03/07/2015, 16:32 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Adnan Pandu Praja mengatakan, dalam sejarah berdirinya KPK, belum pernah ada komisioner KPK yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Ia berharap jangan sampai nantinya permintaan tersebut benar-benar dilayangkan dari pengadilan.

"Belum pernah dan saya harap tidak akan pernah," ujar Adnan melalui pesan singkat, Jumat (3/7/2015).

Dalam sidang perkara dengan terdakwa mantan Ketua Komisi VII DPR RI Sutan Bhatoegana, hakim ketua Artha Theresia mengeluarkan surat penetapan pemanggilan pimpinan KPK yang menetapkan Sutan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di DPR.

Adnan mengaku belum menerima surat panggilan tersebut. "Belum terima panggilan tuh," kata Adnan.

Adnan mengaku belum dapat menentukan apakah akan memenuhi panggilan itu atau tidak karena belum menerima surat tersebut.

"Nanti kita sikapi setelah ada panggilan. Tunggu surat panggilan dulu," lanjut Adnan.

Pengacara Sutan, Eggi Sudjana, sebelumnya meminta untuk menghadirkan empat orang pimpinan KPK dan dua orang penyidik KPK. (baca: Hakim Minta Abraham Samad Jadi Saksi di Sidang Sutan Bhatoegana)

"Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Zulkarnain dan (Adnan) Pandu, komisioner, satu lagi Budi Agung Nugroho dan Ambarita Damanik jadi enam yang mulia," kata Eggi.

Namun, Artha hanya mengabulkan untuk memanggil komisioner KPK yang menetapkan Sutan sebagai tersangka. Keempat komisioner akan dihadirkan dalam sidang lanjutan pada Kamis (9/7/2015) mendatang.

"Panggilan ini hanya untuk Komisioner KPK saja, yang dua (penyidik) silakan upayakan," kata hakim Artha.

Artha menilai, tidak perlu semua komisioner KPK hadir dalam sidang, asalkan ada perwakilan. Menurut dia, satu pimpinan pun cukup menjadi saksi karena sifatnya kolektif kolegial.

"Tidak perlu semua hadir kan? Berdasarkan kepentingan penasihat hukum atas pertanyaan-pertanyaan itu kan bisa dijawab oleh satu orang karena mereka kan kolegial," kata hakim Artha.

Dalam persidangan, Sutan kerap berbicara soal dugaan rekayasa penanganan perkaranya sehingga dirinya ikut terjerat. Tudingan ini juga disampaikan saat Sutan membantah memerintahkan anak buahnya mengambil paper bag titipan berisi uang dari Kementerian ESDM melalui Kabiro Keuangan saat itu Didi Dwi Sutrisnohadi.

"Jadi yang dirangkai-rangkaikan ini tidak ada, tidak ada! Bagaimana mungkin saya? Logikanya dong. Nggak ada yang saya suruh, nggak ada saya minta-minta. Titik," kata Sutan.

Sutan didakwa menerima uang dari Waryono Karno senilai 140 ribu dolar AS dalam pembahasan APBN-P 2013 Kementerian ESDM. Ia juga didakwa menerima hadiah-hadiah lain, yaitu menerima satu unit mobil Toyota Alphard, uang tunai sejumlah Rp 50 juta dari Menteri ESDM 2011-2014 Jero Wacik, uang tunai sejumlah 200 ribu dolar AS dari Kepala SKK Migas Januari-Agustus 2013 Rudi Rubiandini, mendapatkan rumah sebagai posko pemenangan dari pengusaha Saleh Abdul Malik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com