Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumitnya Mendefinisikan Arti "Petahana"...

Kompas.com - 28/06/2015, 07:49 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terbitnya Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum Nomor 302/KPU/VI/2015 yang berisi penjelasan beberapa aturan di dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan kian menjadi polemik. Surat edaran yang menjabarkan definisi "petahana" menurut KPU tersebut justru menimbulkan perdebatan mengenai definisi petahana itu sendiri.

Setidaknya, hal itu terlihat di dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II dengan KPU pada Jumat (26/6/2015) lalu. Anggota Fraksi Gerindra, Azikin Zolthan, misalnya, menantang KPU untuk membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia dan melihat definisi petahana. Menurut dia, tidak ada makna petahana yang dijabarkan secara kaku untuk mendefinisikan maknanya.

Kata "petahana" memang belum terdapat dalam KBBI hingga edisi IV terbitan 2008. Sebab, kata ini memang berasal dari "tahana" yang bermakna "kedudukan, martabat (kebesaran, kemuliaan, dan sebagainya)". Dalam kata kerja, maka muncul kata "bertahana" yang memiliki arti "bersemayam; duduk".

Oleh sebab itu, di dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, baik DPR maupun pemerintah membuat penjabaran mengenai makna petahana, terutama di dalam pasal yang menyangkut konflik kepentingan.

"Penafsiran Komisi II terhadap petahana adalah orang yang menjabat, apakah sedang atau sudah menjabat," kata Azikin.

Di dalam Pasal 7 huruf r UU Pilkada disebutkan bahwa setiap pasangan calon kepala daerah yang ingin maju saat pilkada tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Sementara, ia menjelaskan, yang tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.

Komisioner KPU Arief Budiman juga sependapat dengan Azikin mengenai definisi konflik kepentingan tersebut. Menurut dia, surat edaran yang diterbitkan KPU tersebut hanya menjabarkan apa yang terdapat di dalam Peraturan KPU tentang Pencalonan.

Sebab, di dalam Peraturan KPU yang sebelumnya telah disepakati antara pemerintah dan DPR itu tidak dijabarkan secara rinci arti petahana. Pasal 1 ayat 19 PKPU itu menyatakan, petahana adalah Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Wali Kota atau Wakil Wali Kota yang sedang menjabat.

"Jangan dikatakan surat edaran ini mengaburkan atau justru mengurangi semangat meminimalisir politik dinasti. Surat edaran ini hanya meluruskan saja," ucapnya.

Sebagai informasi, di dalam surat edaran itu KPU menjabarkan tiga macam pengertian calon pasangan kepala daerah yang tidak termasuk petahana atau terkait petahana. Ketiga macam pengertian versi KPU itu adalah kepala daerah yang masa jabatannya berakhir sebelum masa pendaftaran; kepala daerah yang mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir yang dilakukan sebelum masa pendaftaran, atau kepala daerah yang berhalangan tetap sebelum masa jabatannya berakhir dan terjadi sebelum masa pendaftaran.

Untuk calon kepala daerah yang mengundurkan diri harus dibuktikan dengan Surat Keputusan Pemberhentian dari jabatan kepala daerah yang diterbitkan sebelum masa pendaftaran. KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota melakukan klarifikasi kepada institusi yang berwenang pada masa penelitian administrasi.

Hal senada juga berlaku untuk kepala daerah berhalangan tetap. Anggota Fraksi Golkar Dadang S Muchtar dan anggota Fraksi PDI Perjuangan Sirmadji justru mempertanyakan semangat KPU mempertahankan surat edaran tersebut. Mereka menilai, jika surat edaran tersebut tidak segera dicabut maka praktik politik dinasti justru akan terus mengakar.

Setelah perdebatan panjang, Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria yang memimpin jalannya rapat memutuskan agar KPU mencabut dan merevisi surat edaran itu. Keputusan itu diambil setelah adanya kesepahaman di antara seluruh fraksi yang hadir saat rapat.

"Komisi II meminta agar KPU mencabut Surat Edaran Nomor 302/KPU/VI/2015 tentang Petahana," ucap Riza sambil membacakan keputusan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com