Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disangka Memeras, AKBP PN Akan Disidang Kode Etik

Kompas.com - 26/06/2015, 17:36 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Inspektur Pengawas Umum Polri Komjen Dwi Priyatno memastikan pihaknya akan menggelar sidang kode etik terhadap Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri AKBP PN.

Dwi mengatakan, pihaknya akan mengajukan draft surat perintah penentuan sidang komite kode etik dan profesi terlebih dahulu kepada Kepala Polri Jenderal Pol Badrodin.

"Kita akan ajukan itu dulu ke Kapolri," ujar Dwi di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (26/6/2015).

Dwi tidak dapat memastikan kapan sidang kode etik tersebut digelar. Saat ini, PN ditangani oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polri serta Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim. Proses sanksi kode etik akan ditentukan oleh Div Propam. (baca: Disangka Memeras, AKBP PN Ditetapkan Tersangka)

Di Div Propam, PN masih menjalani pemeriksaan tahap akhir. Sementara di Dirtipikor Bareskrim, PN telah ditahan dan telah diambil keterangannya sebagai tersangka. Sejumlah barang bukti berupa emas dan uang telah disita.

Dwi tidak mempersoalkan proses mana yang selesai terlebih dahulu. (baca: Bareskrim Resmi Tahan AKBP PN)

"Kalau yang pidananya sudah selesai, itu lebih baik," kata Dwi.

AKBP PN adalah Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Ia ditangkap Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri lantaran diduga menerima uang dari seorang pengusaha. Uang itu diduga sebagai 'pelicin' agar pengusutan suatu perkara dihentikan.

Dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikirimkan ke Kejaksaan Agung, tersangka disangka Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bunyinya, "pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com