Ryamizard mengajak semua pihak yang membanggakan soal hak asasi manusia kembali pada komitmennya membantu para pencari suaka ini. Apalagi, lanjut dia, Indonesia hanya dijadikan pintu perlintasan, sementara Australia adalah negara tujuan utama.
Sebagai sebuah negara yang sudah meratifikasi perjanjian tentang para pengungsi, lanjut Ryamizard, Australia seharusnya patuh dan tak melempar tanggung jawab ke negara lain. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu berpendapat Indonesia sudah terlalu banyak menampung para pencari suaka. Padahal, beban itu seharusnya dibagi.
"Yang jelas tujuan utama itu Australia. Vietnam juga Australia. Nah kita kan tempat singgahan saja. Kalau dia mau lanjut ke sana, ya memang dia mau ke situ, ya silakan saja," kata dia.
Pemerintah Australia, lanjut Ryamizard, juga tidak seharusnya menyalahkan negara lain. "Nggak boleh saling salah menyalahkan. Itu kan manusia, kita kan katanya menegakkan HAM. Ya bagi-bagilah jangan sampai ada negara terlalu berat dan terbebani," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah imigran asal tiga negara yang terdampar di Pulau Landuli, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengaku dihadang tentara Angkatan Laut Australia, saat tiba di Pulau Pasir, pulau yang masih menjadi sengketa antara Australia dan Indonesia.
Dua orang imigran yakni Kayuran asal Sri Langka dan Raguvarman asal Bangladesh kepada sejumlah wartawan di Hotel Ina Boi, Kota Kupang, NTT, Selasa (2/6/2015) mengaku diusir agar kembali ke wilayah Indonesia.
Mereka mengatakan, pada waktu diusir, enam orang anak buah kapal (ABK) yang mengangkut mereka sempat diberi dua unit kapal baru, makanan, uang, dan bahan bakar minyak seadanya. Tetapi pada saat mereka berlayar menuju Pulau Rote, kedua kapal tersebut kehabisan bahan bakar sehingga akhirnya terdampar.