Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Insiden "Pembayaran" Perahu Migran, Ini Komentar JK

Kompas.com - 15/06/2015, 13:25 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa tindakan Australia yang membayar kapten dan kru kapal agar membawa kembali imigran asal Banglades, Sri Lanka, dan Myanmar ke wilayah Indonesia tidak sesuai dengan etika hubungan bernegara. Kalla mempertanyakan tindakan Angkatan Laut Australia tersebut.

“Namanya kan menyogok. Orang saja menyogok salah apalagi negara menyogok? Tentu tidak sesuai dengan etika-etika yang benar daripada hubungan bernegara,” kata Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta, Senin (15/6/2015).

Kalla mengingatkan bahwa Australia adalah negara yang mendatangani konvensi pengungsi di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Kendati demikian, sejauh ini Pemerintah Indonesia belum akan melayangkan nota protes kepada Australia terkait tindakan ini. Kalla menyatakan bahwa pemerintah harus terlebih dahulu memastikan informasi tersebut.

“Itu kan baru berita, harus kita tahu benarnya, ya kan. Mereka (Australia) kan membantah,” kata dia.

Selanjutnya, pemerintah akan memperketat penjagaan pada wilayah yang berbatasan dengan Australia. (baca: Menlu Tuntut Australia Beri Jawaban soal Insiden "Pembayaran" Perahu Migran)

Seperti diberitakan Kompas, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengaku mendapat laporan bahwa ada kapten dan kru kapal pengangkut imigran asal Banglades, Sri Lanka, dan Myanmar yang mengaku dibayar petugas Australia agar mereka mau membawa kembali kapal ke wilayah Indonesia.

Terhadap pihak Australia, Retno mengatakan, sudah bertemu dengan Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson, Sabtu pekan lalu, untuk menanyakan langsung persoalan itu. Menurut Retno, Dubes Grigson tak bisa menjawab dan berjanji akan membawa pertanyaan tentang masalah itu ke Canberra.

Mengutip BBC, sebelumnya sebuah kapal yang mengangkut imigran dengan tujuan Selandia Baru ditahan petugas keamanan Indonesia, di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Kepada polisi setempat, kapten dan kru kapal mengaku sebelumnya dicegat di tengah laut oleh kapal perang Angkatan Laut Australia.

Petugas imigrasi Australia diketahui berada di atas kapal perang tersebut. Mereka lantas menawari si kapten kapal 5.000 dollar Australia atau Rp 51,6 juta jika mau kembali berlayar ke perairan Indonesia. Mengutip kantor berita AFP, personel kepolisian Rote mengatakan melihat uang itu.

Juru bicara badan PBB untuk urusan pengungsi, James Lynch, Jumat pekan lalu, membenarkan bahwa stafnya telah mengonfirmasi kejadian itu dengan mewawancarai 65 penumpang yang berada di atas kapal.

Menurut Lynch, para penumpang membenarkan bahwa kru dan kapten kapal menerima uang dari Australia.

Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengakui pemerintahannya menjalankan "strategi kreatif" untuk menghentikan kedatangan perahu-perahu pencari suaka ke negara itu. (baca: PM Australia Akui Jalankan Strategi Kreatif Hentikan Perahu Pencari Suaka)

Ia menolak untuk menjawab apakah petugas perbatasan telah membayar kru perahu untuk memulangkan pencari suaka ke Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

Nasional
Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Nasional
Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Nasional
Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Nasional
PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

Nasional
SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Nasional
Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Nasional
Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Nasional
[POPULER NASIONAL] 'Curhat' Agus Rahardjo saat Pimpin KPK | Banjir Bandang di Sumbar Tewaskan Lebih dari 40 Orang

[POPULER NASIONAL] "Curhat" Agus Rahardjo saat Pimpin KPK | Banjir Bandang di Sumbar Tewaskan Lebih dari 40 Orang

Nasional
Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

Nasional
Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Nasional
Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com