Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Lingkungan dan Pemerintahan Jokowi

Kompas.com - 06/06/2015, 16:00 WIB


Oleh: Gurgur Manurung

JAKARTA, KOMPAS - Banyak rakyat Indonesia mendukung Joko Widodo menjadi residen karena integritas dan keberpihakannya kepada masyarakat miskin.

Banyak keputusannya ketika menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta yang hebat. Salah satunya adalah cara Jokowi memindahkan pedagang kaki lima ke wilayah yang telah disediakan Pemerintah Kota Solo. Cara Jokowi dinilai humanis. Jokowi dikenal dengan kegiatan blusukan karena turun langsung ke lapangan untuk melihat langsung persoalan masyarakat. Jokowi juga dikenal dengan terobosan pemberian izin satu pintu.

Integritas dan keberpihakan Jokowi terhadap masyarakat kecil tidak diragukan lagi. Namun, kini Jokowi dihadapkan dengan paradigma pembangunan. Paradigma pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi dengan paradigma pembangunan yang semua aktivitasnya mempertimbangkan masa depan lingkungan. Pembangunan yang mempertimbangkan lingkungan itu dikenal dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Apakah Jokowi yang berlatar belakang pengusaha dan sarjana kehutanan itu berpihak kepada penyelamatan lingkungan atau pertumbuhan ekonomi?

Indikator

Konsep pembangunan berkelanjutan menyeimbangkan kepentingan pertumbuhan ekonomi dan lingkungan. Namun, kenyataannya, ada empat indikator yang menunjukkan Jokowi tidak berpihak pada pembangunan berkelanjutan.

Pertama, Jokowi menggabungkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Keputusan itu menggambarkan bahwa Jokowi tidak berpihak pada paradigma pembangunan berkelanjutan.

Kewenangan Kemenhut sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah (i) mengatur hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; (ii) menetapkan status kawasan hutan; serta (iii) menetapkan hubungan hukum antara orang dan hutan. Sementara tugas utama KLH tercantum dalam Pasal 4 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, meliputi (i) perencanaan, (ii) pemanfaatan, (iii) pengendalian, (iv) pemeliharaan, (v) pengawasan, dan (vi) penegakan hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam bahasa sehari-hari, KLH adalah wasit/pengawas/pengendali pembangunan, sementara Kemnehut adalah pelaku/pelaksana pembangunan hutan. Maka, penggabungan kedua kementerian membuat wasit sama fungsinya dengan pelaku, yang sangat berisiko terhadap konflik lingkungan.

Kedua, Jokowi dalam pidatonya mengatakan bahwa kita telah lama memunggungi laut. Jokowi dan kabinet kerja berapi-api bicara poros maritim, tetapi kesannya justru eksploitasi besar-besaran laut kita. Jokowi hampir tidak pernah memprihatinkan tentang kondisi terumbu karang dan hutan mangrove yang sudah sangat kritis.

Mengelola laut

Sejatinya, kita bekerja mengelola laut berdasarkan kondisi riil laut kita. Kita mulai dengan berbicara soal pengeboman terumbu karang yang merusak ekosistem terumbu karang kita. Pemerintahan Jokowi bicara pencurian ikan tanpa mengingat peralatan nelayan kita sehingga tidak mampu menangkap ikan di laut lepas. Ditambah lagi dengan pernyataan Jokowi untuk menenggelamkan kapal pencuri ikan.

Jika kita bandingkan dengan isu pencurian ikan dengan isu rusaknya terumbu karang-termasuk akibat pengeboman-isu besarnya adalah kerusakan terumbu karang. Jika terumbu karang baik dan nelayan kita memiliki peralatan canggih untuk menangkap ikan, ikan-ikan di laut berkelimpahan. Jadi, mengembalikan ikan bertelur di terumbu karang agar ikan tumbuh cepat menjadi substansi pokok.

Kita langsung terkagum-kagum dengan keberanian menteri kelautan dan perikanan karena keberaniannya. Benar bahwa keberanian dibutuhkan, tetapi harus berbasis substansi pokok yang hendak kita kerjakan.

Ketiga, hilangnya institusi yang berfungsi pengawasan pembangunan secara fisik. Dana desa akan dikucurkan secara merata ke desa-desa. Di berbagai media orang berbicara dan beberapa artikel menuliskan tentang pengawasan dana desa. Hampir tidak ada yang bicara bagaimana dampak dana itu terhadap lingkungan di desa. Tidak ada analisis risiko pembangunan infrastruktur, seperti jalan bagus ke desa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com