Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Jalankan Program "Resettlement" bagi Pengungsi Rohingya

Kompas.com - 03/06/2015, 17:39 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Amerika Serikat akan menjalankan program resettlement atau penempatan baru bagi pengungsi Rohingya di kawasan Asia Tenggara, termasuk yang terdampar di Indonesia. Amerika juga akan mendorong Asia Tenggara, terutama Myanmar, untuk mendiskusikan lebih lanjut solusi dalam mengatasi para pengungsi Rohingya tersebut.

"Kami menjalankan program resettlement bagi pengungsi di regional ini, termasuk dari Indonesia, kami akan melanjutkan itu. Tapi ini bukan top respons yang dibutuhkan saat ini. Kita butuh penyelamatan terhadap penyelundup kriminal, perdagangan manusia, dan juga membuat regional ini mendiskusikan langkah lanjut," kata Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Bidang Kependudukan, Pengungsi, dan Migrasi Anne C Richard, di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (3/6/2015).

Pada hari ini, Richard menemui Wapres Jusuf Kalla. Menurut Richard, Pemerintah AS mengapresiasi langkah Indonesia yang bersedia menampung pengungsi Rohingya dengan syarat proses resettlement dan repatriasi mereka diselesaikan dunia internasional dalam waktu satu tahun.

Mengenai jangka waktu penampungan yang disepakati Indonesia, Richard berjanji pihaknya akan membantu agar proses resettlement dan repatriasi selesai dalam waktu setahun. Meski pun, menurut Richard, proses resettlement biasanya memerlukan waktu lebih dari setahun.

"Kami bicara soal apa yang bisa dilakukan AS untuk membantu host pengungsi, tradisi yang kami lakukan. Kami biasanya butuh waktu 18-24 bulan, tapi saya didorong untuk lebih cepat dari bos saya untuk mempercepat proses," kata Richard.

Dalam dua tahun terakhir, AS telah melakukan resettlement pengungsi Burma. Pemerintah AS membawa kurang lebih 70.000 pengungsi ke AS setiap tahunnya. Sebagian kecil dari penduduk Burma tersebut adalah suku Rohingya.

Sejalan dengan upaya resettlement, Pemerintah AS akan memberikan donor kepada International Organization for Migration (IOM) dan Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi ( UNHCR). Kendati demikian, Richard menekankan bahwa resettlement bukan solusi ideal dalam menangani masalah pengungsi.

Langkah terpenting yang harus dilakukan adalah membuat para pengungsi tersebut tidak meninggalkan negara asal mereka. Misalnya, dengan memberikan pekerjaan bagi para pengungsi di negaranya. Namun, bagi pengungsi Rohingya, Richard mengakui bahwa masalahnya tidak sesederhana itu.

"Bagi rohingya, isunya beda, sangat sulit. Kita harus dorong Pemerintah Myanmar untuk memastikan Rohingya dapat hak asasinya, anak-anak bisa bersekolah dan mendapatkan kewarganegaraan dan bisa hidup bebas, itu solusi yang sebenarnya," kata Richard.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, Richard telah menyampaikan kepada Kalla apresiasi Pemerintah AS terhadap Indonesia. Kedua pihak juga membicarakan kerja sama ke depannya terkait penanganan pengungsi rohingya.

"Disampaikan Beliau kepada Wapres dan AS sangat menghargai upaya yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia dalam menangani masalah ini," kata Retno.

Ia menyampaikan bahwa Richard terkesan dengan warga Aceh yang membantu pengungsi Rohingya. Sebelum bertemu Wapres, Richard telah mengunjungi pengungsi Rohingya di Aceh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com