JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri membekukan 26 sertifikat tanah di wilayah Jakarta Selatan, Bogor, dan Depok. Pembekuan aset itu dalam rangka pengusutan perkara dugaan korupsi melalui penjualan kondensat.
"Kita baru akan meminta 26 sertifikat tanah itu untuk dibekukan dahulu. Sampai kini, masih dalam proses," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak di kompleks Mabes Polri, Jumat (29/5/2015).
Pembekuan sertifikat diawali dengan proses profiling oleh kepolisian. Penyidik menyisir harta kekayaan pejabat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI), yang diduga terlibat perkara yang merugikan negara hingga Rp 2 triliun tersebut. Dari hasil profiling itu, polisi menemukan adanya kejanggalan dari harta kekayaan sejumlah orang.
Victor enggan menyebut berapa orang yang aset tanahnya akan dibekukan tersebut. Ia memastikan bahwa 26 sertifikat tanah tersebut bukan milik salah satu tersangka dalam perkara dugaan korupsi itu, yakni RP, DH dan HW. Ada kemungkinan ketiga tersangka tidak memiliki aset terkait perkara.
"Sangat mungkin, ya, tersangka tidak memiliki aset hasil pencucian uang tindak pidana. Sebagai contoh, saya transfer uang sekian ke teman saya tanpa ada latar belakang apa pun. Nah, teman saya juga tidak bertanya, untuk apa uang ini. Saling mengetahui saja uang itu hasil korupsi. Itu memenuhi unsur pencucian uang," ujar Victor.
Victor juga belum dapat memastikan apakah orang yang asetnya dibekukan tersebut dapat dijadikan tersangka atau tidak. Pihaknya perlu lebih dalam memeriksa yang bersangkutan. Pihaknya juga menunggu hasil penyelidikan aliran dana hasil korupsi oleh Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
"Pembekuan aset ini kita lakukan sekarang agar selama pengusutan semua bukti-bukti hasil kejahatan korupsi atau pencucian uang tak lari ke mana-mana. Ini dalam rangka kami mengembalikan kerugian negara kembali ke kas negara. Maka itu harus berhati-hati," ujar Victor.